Suara.com - Sebuah petisi online dibuat oleh LSM antikorupsi, Indonesia Corruption Watch. Dalam petisi itu menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bahaya.
Sebab DPR dan Pemerintah akan mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) pada 17 Agustus 2018 mendatang. Tapi ICW menilai terdapat subtansi di dalamnya yang dapat mengancam eksistensi KPK maupun upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Saat ini petisi yang diunggah 2 hari lalu sudah ditandatangani 33.336 orang.
Dalam paparannya, jika R KUHP disahkan maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Kewenangan KPK tercantum dalam UU KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor (dan bukan dalam KUHP).
“Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya Kejaksaan dan Kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi,” tulis ICW dalam petisi itu yang dipantau Suara.com, Senin (4/6/2018).
Aturan ini, lanjut petisi itu, sekaligus menjadi kontra produktif dengan kinerja KPK yang telah teruji selama ini. Di antaranya triliunan uang negara berhasil diselematkan, dan puluhan koruptor telah dijaring dalam Operasi Tangkap Tangan. Selain itu seluruh terdakwa korupsi yang dijerat dan dibawa ke persidangan selalu dinyatakan terbukti bersalah oleh hakim.
“Pelaku korupsi yang ditangkap adalah koruptor kelas kakap mulai dari Ketua DPR, Ketua DPD, sampai Ketua Mahkamah Konstitusi,” tulisnya.
Sisi lain yang membuat ICW takutkan KPK dikebiri, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam R KUHP justru menguntungkan koruptor. Ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam R KUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor.
“Lebih ironis adalah koruptor yang diproses secara hukum dan dihukum bersalah tidak diwajibkan mengembalikan hasil korupsinya kepada negara karena R KUHP tidak mengatur hal ini. Selain itu pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian keuangan negara agar tidak diproses oleh penegak hukum,” kata dia.