Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan sekitar 42 orang praktisi bidang sosial, budaya, agama, dan akademisi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/6/2018). Topik yang dibahas sore ini terkait Pembangunan Sosial Budaya.
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra membeberkan isi pertemuan yang berlangsung tertutup untuk awak media. Dalam pertemuan ini, Jokowi meminta masukan pemikiran dan pandangan praktisi terkait meningkatnya intoleransi dan radikalisme di tanah air.
"Kemudian soal kesenjangan ekonomi dan pengangguran yang sering dilihat orang-orang sebagai peningkatan intoleransi," ujar Azyumardi.
"Kemudian juga yang bisa merusak ketahanan, sosial, budaya itu adalah kenaikkan harga kebutuhan bahan pokok. Juga kesenjangan antar daerah dan wilayah," Azyumardi menambahkan.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2 jam, hanya 12 perwakilan undangan yang memberikan pendapatnya di hadapan Kepala Negara.
"Saya sendiri mengusulkan untuk menghadapi intoleransi memang harus komprehensif. Pemerintah harus memperkuat kembali koalisi sosial," kata Azyumardi.
Koalisi sosial yang dimaksud Azyumardi adalah pemantapan semangat kebangsaan, meningkatkan kearifan lokal, dan penguatan Islam Wasatiyah.
"Nah itu dilakukan melalui lokakarya di perguruan tinggi melalui para dosen, guru, kemudian juga ketua-ketua BEM, yang memang ini rentan terhadap intoleransi dan radikalisme," kata dia.
Lebih jauh Azyumardi mengatakan, perkembangan media sosial juga ikut dibahas saat pertemuan. Menurutnya, penyebaran kebencian dan penyebaran intoleransi kerap terjadi di sosmed.
"Itu media sosial termasuk juga dalam hal ini adalah penyebaran kebencian melalui ceramah-ceramah agama," katanya.
Dalam pertemuan ini juga hadir Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat dan putri sulung presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid.