Suara.com - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tidak mau dikatakan kecolongan dengan ditangkapnya 3 terduga teroris di Universitas Riau, Sabtu (2/6/2018) kemarin. Sebab pemetaan radikalisme sudah dijalankan sampai kampus.
Menristekdikti Mohamad Nasir menjelaskan radikalisme di kampus sudah terjadi sejak tahun 1983. Itu disebabkan kampus mengalami kekosongan kegiatan di mahasiswa.
"Bukan kecolongan, saya sudah berkali-kali cerita kasus ini kejadian sejak 1983. Kampus ada kekosongan kegiatan, terus diisi mereka, dan ini berjalan sampai sekarang," kara Nasir saat ditemui di Pembukaan the 3rd Intermediate Senior Officials Meeting (ISOM) ASEM on Education in Indonesia di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (4/6/2018).
Menurut Nasir, radikalisme juga menyerang sekolah-sekolah SMP dan SMA. Guru-guru di sekolah itu terpapar paham radikal.
"Di SMA di SMP terjadi hal yang sama, gurunya terpapar. Mahasiswanya ikut terpapar perguruan tinggi, dosenya ikut terpapar," jelas dia.
Sebelumnya, Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap tiga orang terduga teroris dari kampus Universitas Riau, Kota Pekanbaru, Sabtu. Dalam penangkapan itu Densus 88 menyita sejumlah barang yang diduga bom. Bersama tiga terduga, Densus 88 juga menyita sejumlah bom rakitan. Tiga orang yang ditangkap adalah alumni Universitas Riau.
Ketiganya adalah alumni Universitas Riau pada tahun 2002, 2004, dan 2005. Mereka berinisial Z, B, dan K. Z disebut alumnus Jurusan Pariwisata, sedangkan inisial B dan K adalah alumni Jurusan Komunikasi dan Administasi Negara FISIP Unri.
Mereka sengaja menumpang tidur di mes Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) Sakai, dan merakit bom di dalam mes kampus itu. Terduga mengaku bom tersebut akan diledakan di Gedung DPR RI dan DPRD Riau.