”Pada Jumat itu, Razan sempat sahur dan berdoa Ramadan bersama kami. Tapi matahari kala itu ternyata cepat terbenam. Itulah terakhir kali kami melihatnya,” tuturnya.
Razan, ketika diawancarai di kamp protes pada bulan lalu mengakui bangga terlibat dalam demonstrasi tersebut.
”Ayahku bangga terhadapku. Tujuan kami satu, menyelamatkan nyawa rakyat Palestina. Selain itu, ini pesan kepada dunia, bahwa tanpa senjata, kami bisa melakukan apa saja,” tegasnya.
Razan adalah orang Palestina ke-119 yang tewas sejak protes tersebut dimulai pada Maret lalu. Razan adalah satu-satunya warga Palestina yang dilaporkan meninggal dalam demonstrasi pada hari Jumat tersebut.
Baca Juga: Ingin Tahu Fakta Terkini Tentang Kasus Kanker di Dunia? Baca Ini!
Selang sehari, Sabtu (2/6), Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan pernyataan yang mengutarakan kemarahan atas pembunuhan paramedis. Sebab, dalam peraturan perang ataupun demonstrasi, penembakan terhadap tenaga medis adalah perbuatan paling keji dan tercela. Si penembak dikategorikan sebagai ”penjahat perang”.
Militer Israel berjanji menggelar penyelidikan untuk mengetahui siapa penembak Razan. Namun, mereka juga menegaskan warga sipil tak boleh terlampau dekat dengan pagar perbatasan.
“Kami telah berulang kali memeringatkan warga sipil tidak mendekati pagar, terutama saat ada insiden kekerasan atau serangan teroris (militan Palestina). MIliter kami akan bertindak tegas dan profesional terhadap semua yang tak mematuhi aturan itu,” demikian pernyataan resmi Israel mengenai kematian Razan.
***
Baca Juga: Rakit Bom di Unri, Z Ajak Adik Tingkat Bom Gedung DPR
Sabtu siang, ribuan orang mengarak peti mati Razan yang berbalut bendera Palestina dan mengantarkannya ke pemakaman Al Najar, Gaza.