Suara.com - Sejarah baru diukir dua mahasiswi Indonesia, Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari. Keduanya baru saja menyelesaikan tantangan menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia, Everest, pada 17 Mei lalu.
Penaklukan tersebut sekaligus menggenapi usaha mahasiswi Universitas Parahyangan ini dalam menakklukan misi pendakian tujuh puncak tertinggi di tujuh benua (Seven Summits), yang telah dimulai sejak 2014 silam.
Mereka pun menjadi perempuan Indonesia dan ASEAN pertama yang menyelesaikan misi Seven Summits.
Baca Juga: Dua Mahasiswi Indonesia Taklukan 7 Puncak Dunia, Ini Kata Jokowi
Butuh perjuangan dan pengorbanan yang keras bagi Deedee—sapaan akrab Fransiska—dan Hilda untuk bisa sampai ke puncak Everest.
Keduanya membutuhkan waktu hampir dua bulan, dari 29 Maret hingga 17 Mei 2018 untuk mencapai 'puncak dunia', sebelum kembali tiba dengan selamat ke Tanah Air pada, Jumat (1/6/2018).
Disela-sela petualangan mereka, terselip cerita mengerikan kala menyusuri ganasnya jalur pendakian menuju gunung berjuluk Sagarmatha—Dewi Langit dalam bahasa Nepal.
"Sebenarnya kita semua tau sih (beratnya mendaki Everest). Cuma saat mengalami langsung, rasanya berbeda," tutur Deedee, memulai cerita, saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat siang.
Sudah menjadi rahasia umum gunung Everest yang terlihat suci dan damai, bisa menjadi pembunuh paling mematikan.
Cuaca ekstrem yang kerap berubah-ubah membuat banyak pendaki tak beruntung dan harus kehilangan nyawa.
Alam punya caranya sendiri untuk mengingatkan betapa rapuhnya manusia di jagat semesta ini. Hal itu yang dirasakan Deedee kala menemukan mayat di tengah perjalanannya.
"Kita melihat satu mayat, dan itu lumayan jadi remainder juga bahwa kita harus tetap waspada. Jalan ke puncak (saat) itu baru setengah," ungkap Deedee.