Selanjutnya pada 30 Januari 2016 mereka mendaki puncak Ancocagua, Argentina (6.962 mdpl), Vinson Massif, Antartika (4.892 mdpl) pada 5 Januari 2017, serta Denali, Amerika Serikat (6.190 mdpl) pada 2 Juli 2017.
Perjalanan Deedee dan Hilda menggapai gunung tertinggi dunia, Everest, tidaklah mudah. Mahasiswi aktif itu sempat terkendala masalah keuangan, sebelum diberi dukungan oleh Universitas Parahyangan, Mahitala, Bank BRI, dan Asia Pasifik Raya.
Pendakian yang memakan waktu kurang lebih dua bulan ini dimulai pada 29 Maret 2018 yang dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Setelahnya, tim WISSEMU melakukan perjalanan panjang melewati Kathamadu, Nepal, lalu terbang menuju Lhasa dan memulai perjalanan menuju Everest Base Camp (EBC) menggunakan mobil. Perjalanan Lhasa menuju EBC menempuh waktu lima hari.
Sebelum mulai mendaki gunung berjuluk Sagarmatha—Dewi Langit dalam bahasa Nepal—, dua perempuan pemberani itu harus melakukan proses aklimatisasi—adaptasi terhadap lingkungan—di desa Zhaxi Zongxiang yang berada pada ketinggian 4.150 mdpl.
Proses aklimatisasi dilakukan demi menjaga kondisi tubuh sekaligus menunggu cuaca yang tepat untuk melakukan pendakian.
Tim WISSEMU pun memulai pendakian dari EBC ke puncak Everest pada 11 Mei 2018. Perjalanan itu membutuhkan waktu enam hari sebelum akhirnya Deedee dan Hilda menancapkan bendera Merah Putih di The Highest Peak in The World pada 17 Mei 2018.
Keberhasilan keduanya menapaki Everest dan enam gunung tertinggi di masing-masing benua, membuat Deedee dan Hilda mengukir sejarah sebagai perempuan Indonesia dan ASEAN pertama yang berhasil menaklukkan misi Seven Summits.