Suara.com - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, menuntut Fredrich Yunadi dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terhadap tuntutan maksimal yang disampaikan jaksa tersebut, Fredrich memunyai hak untuk menyampaikan pledoi atau nota pembelaan.
Untuk itu, majelis hakim memberikan waktu selama delapan hari atau satu mingggu lebih satu hari bagi Fredrich dan tim kuasa hukumnya membuat pledoi tersebut.
Namun, terhadap waktu yang diberikan oleh majelis hakim tersebut, mantan pengacara Setya Novanto tersebut tidak terima.
Baca Juga: Luncurkan Kamera Aksi Murah, GoPro Ingin Lebih Membumi
Bahkan, rasa keberatannya itu disampaikan oleh Fredrich sebelum hakim Ketua Syaifudin Zuhri menyelesaikan pembicaraannya.
"Itu tidak mungkin yang mulia, karena kami butuh waktu untuk buat pledoi yang jumlah lebih dari 1000 halaman. Apalagi saya tidak bisa menggunakan komputer, harus menulis dengan tangan," kata Fredrich bernada tinggi saat memotong pembicaraan hakim Syaifudin Zuhri di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (31/5/2018).
Fredrich ingin majelis hakim memberikan waktu selama dua minggu baginya dan tim untuk membuat pledoi.
Namun, terhadap permintaan itu, majelis hakim berkukuh menetapkan tanggal 8 Juni 2018 sebagai waktu yang tepat untuk menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan peldoi.
Mendengar sikap hakim yang tidak mau menerima permohonan Fredrich, dia kembali mengajukan penolakan.
Baca Juga: 60 Mahasiswa UPH Karawaci Keracunan Makanan saat Wisuda
"Yang mulia, waktu tidak bisa mengesampingkan keadilan. Yang mulia, kami juga supaya diberikan kesempatan yang adil, kecuali kalau saya diperbolehkan membawa komputer jinjing ke Cipinang, tak apa-apa. Karena saya kerja sendiri, saya tidak dibantu sekretaris," kata Fredrich memprotes majelis hakim.
Mendengar keberatan Fredrich, majelis hakim meminta bantuan jaksa untuk memfasilitasi permintaan Fredrich. Hal itu terkait perizinan untuk membawa laptop.
"Yang mulia, karena terdakwa sudah ditahan di Rutan Cipinang, maka harus ikut aturan di Cipinang. Kecuali kalau di rutan KPK. Waktu itu, karena beliau sendiri yang minta dipindahkan ke Cipinang," kata jaksa KPK.
Meski Fredrich berkeberatan, majelis hakim tetap memutuskan agar sidang lanjutan dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2018.
"Kami tidak sanggup," jawab Fredrich dengan nada tinggi.
Fredrich didakwa merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Dia bersama dengan dokter Bimanesh Sutarjo diduga merekayasa hasil pemeriksaan medis Novanto usai mengalami kecelakaan tunggal di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat.