Suara.com - Awalnya tak mudah, mengenalkan membaca Al Quran bagi tunanetra sempat ditentang banyak kaumnya. Rupanya, stigma tunanetra yang hanya mampu berdaya pada kepandaian memijat telah mengakar.
"Awalnya, saya dituduh menyalahi kodrat tunanetra, pemahaman mereka tunanetra hanya bisa memijat, padahal kita bisa sama dengan manusia normal lainnya," kata Basuki, pembina Yayasan Sahabat Mata, saat ditemui Suara.com, di sekretariatnya Perum Jatisari Asabri Blok D Bukit Semarang Baru, Kota Semarang, Minggu (25/5/2018).
Basuki mengungkapkan rasa prihatinnya, saat melihat para tunanetra hanya sibuk urusan dunia saja dengan keterbatasannya. Namun, urusan akhirat terlupakan.
Basuki sendiri bukan tunanetra sejak lahir, dia mengalami kebutaan total sejak dewasa.
Baca Juga: Bikin Haru, Tukang Parkir Baca Al Quran Sembari Jaga Motor
"Ketika mengalami kebutaan, saya kebetulan ketemu tunanetra lainnya yang dari sisi keagamaan terbilang minim, terenyuh saya," katanya.
"Saat itu, tunanetra hanya bergantung pada kepandaian pijat, mereka menunggu pelanggan. Lalu bagaimana mereka bisa beribadah dengan mudah pula?" katanya.
Lalu, pada 2008 Basuki mulai menyusun sekaligus akhirnya tercipta modul membaca Al-Qur'an Braile bagi tunanetra. Seketika, banyak tunanetra mau belajar membaca Al Quran. Kini modulnya sudah dinikmati ribuan tunanetra di seluruh Indonesia.
"Modal dasar memang bagi mereka yang bisa membaca braile akan mudah membaca modul Al Quran ini," katanya.
"Jadi, tunanetra bisa beribadah baca Alquran, apalagi saat bulan puasa ini. Kita juga rutin tadarus Al-Quran Braile di sekretariat," tambahnya.
Baca Juga: Misteri Sobekan Al Quran di Gunawarman Temui Titik Terang
Dari ribuan tunanetra yang sudah bisa baca Al-Qur'an Braile, selama Ramadan ini dibuat semacam lomba tadarus yang dilakukan via telephone dengan kelompok masing-masing daerah. Tiap daerah, ada satu instruktur yang mensupervisi dan menjuri.