Suara.com - Malaysia memunyai hukuman yang tegas terhadap tersangka kasus korupsi, bahkan ketegasan itu ditunjukkan walau si pesakitan adalah mantan perdana menteri yang baru lengser, Najib Razak.
Jumat, (18/5) dua pekan lalu, warga Malaysia antusias menyaksikan aparat negara melakukan penghinaan terhadap Najib dan istrinya di hadapan publik.
Itu ketika polisi mengangkut bertas-tas uang, barang-barang mewah, lusinan tas berharga mahal, dan mobil milik Najib serta sang istri.
Semua uang dan barang yang disita karena diduga didapat dari korupsi tersebut, diangkut memakai 5 truk polisi.
Baca Juga: Kebakaran Bidara Cina, Saadi Alami Luka Bakar 60 Persen
Setelah disita, seperti diberitakan Reuters, Minggu (27/5/2018), polisi mengakui butuh waktu tiga hari untuk menghitung tuntas seluruh uang serta nilai barang yang disita.
Puluhan ribu orang memelototi akun-akun Facebook media massa, guna menyaksikan penggerebekan di sebuah apartemen di kondominium mewah Najib, pada pukul 3 pagi.
Najib dikenal publik sebagai pemimpin otoriter selama satu dasawarsa terakhir. Ia dinilai antiperbedaan pandangan politik, memberangus oposan, dan membungkam kritik media.
Namun, sejak kekalahan Najib dalam pemilihan umum 9 Mei 2018, dan politikus gaek Mahathir Mohamad kembali naik ke tampuk kekuasaan dalam usia 92 tahun, kedigdayaan itu runtuh.
"Semua rahasia sudah keluar," kata Sara Rashid, pelayan gerai Optimist Coffee, kafe di pusat kota yang sibuk di Kuala Lumpur.
Baca Juga: Oh No, Inikah Cara Hamilton Menyindir Verstappen?
Keran-keran kebebasan berekspresi, kata Sara, kekinian mulai terbuka.
"Saya pikir, sekarang kami mendapat kesempatan untuk menyaksikan semuanya, kami tidak ingin melewatkan kesempatan itu (Najib dipermalukan)," katanya.
Kemewahan Najib dan Rosmah
Selama dua pekan terakhir, polisi menggerebek 12 lokasi yang diduga menjadi penyimpanan uang dan barang-barang mewah Najib beserta keluarga.
Melalui penggerebekan itu, polisi menyita uang tunai senilai 114 juta Ringgit Malaysia atau setara Rp 404,3 miliar. Uang tunai itu diambil dari tiga apartemen di Pavilion Residences, Kuala Lumpur. Dua di antara apartemen itu diketahui masing-masing dihuni putra dan putri Najib.
Uang tunai tersebut terdiri dari 26 mata uang berbeda, sebagian besar di antaranya dalam Ringgit Malaysia dan Dolar Singapura.
Uang tunai itu ditemukan di dalam 35 tas tangan mewah, di mana terdapat 37 tas lainnya berisikan perhiasan dan jam-jam tangan berharga mahal. Selain itu, masih ada 284 kardus (kotak) tas tangan mewah lainnya.
Sebelumnya, polisi juga telah menyita sejumlah harta dari kediaman pribadi Najib Razak di Taman Duta. Termasuk di antaranya adalah uang tunai senilai 500.000 Ringgit Malaysia atau setara Rp 1,77 miliar.
Sementara dari kawasan Taman Duta, polisi juga menyita puluhan tas dan jam tangan mewah. Tas-tas antara lain terdiri dari 16 Chanel, 8 Versace, 10 Gucci, 5 Oscar de la Renta, serta beberapa tas Dolce & Gabbana dan Louis Vuitton.
Ketika menggeledah di Pavilion Residences, kotak-kotak bermerek Hermes Birkins jelas terlihat, saat dimuat ke troli belanja.
Polisi mengatakan, selain tas-tas itu—yang total harganya sebanyak tiga kali gaji tahunan perdana menteri, yakni USD 120 ribu—mereka juga mengangkut uang tunai, jam tangan, dan banyak perhiasan.
"Jumlah perhiasan agak besar," kata polisi Amar Singh, direktur investigasi kejahatan komersial.
Penyitaan tersebut erat terkait penyelidikan baru yang digelar pemerintah terhadap Najib, yang diduga menerima uang suap dari skandal perusahaan 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Najib sendiri secara konsisten membantah tuduhan tersebut. Tahun 2015, ia sempat menjadi target operasi. Namun, lembaga antirasyawah mendadak menghentikan penyelidikan. Kekinian terkuak, lembaga itu mendapat tekanan dari rezim ketika itu.
Istri Najib, Rosmah Mansor, yang telah menjadi titik pusat kritik publik karena memamerkan kekayaannya, mempersoalkan para awak media yang menyoroti aksi aparat ketika melakukan penyitaan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan melalui pengacaranya pada hari Sabtu (19/5), dia mengatakan, "Badai media. Pencemaran nama baik keluarga kami yang tampaknya ditargetkan untuk memprovokasi kemarahan publik."