Suara.com - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) untuk melibatkan Universitas Islam yang ada di Indonesia dalam pembuatan daftar nama mubaligh.
Selain itu, rilis 200 daftar nama mubaligh seharusnya dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam serta Universitas Islam.
"Yang bikin jangan Kemenag tapi MUI atau ormas Islam bekerjasama dengan Universitas Islam, sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," kata Azyumardi dalam diskusi bertajuk Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Ekstremisme/Terorisme di Hotel Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2018).
Meski begitu, ia tetap mengapresiasi langkah Kemenag untuk membuat daftar nama 200 mubaligh. Ia meminta pembuatan daftar itu harus didasari dengan parameter yang jelas sehingga benar-benar bisa menyaring penceramah yang layak diundang oleh masyarakat.
Baca Juga: Geger, Ditemukan Tas Hitam Berisi Lilitan Kabel di Depok
"Dibikin latar belakang pendidikannya di mana, itu penting. Karena ada mubaligh yang ceramahnya hanya memprovokasi sehingga harus jelas dibikin standar," ujarnya.
Azyumardi pun mencontohkan negara tetangga yang sudah lama menerapkan sertifikasi bagi penceramah-penceramahnya. Ia melihat Indonesia perlu mengikutinya karena banyak penceramah-penceramah yang kerap kali menyebarkan kebencian.
"Kalau berceramah di Singapura, Malaysia, Mesir itu harus ada surat izinnya, SIMnya, di Indonesia kan nggak perlu SIM, bebas. Tapi kebebasan itu sering disalahgunakan ustadz-ustadz untuk memaki-maki siapa saja, maka perlu diterbitkan," pungkasnya.