Suara.com - Koordinator Aliansi Pesantren For Peace, Jazilus Sakhok melihat penyebaran ekstremisme yang menyasar pelajar serta mahasiswa disebabkan oleh kurang lengkapnya transfer ilmu agama di dunia pendidikan.
Hal itu disampaikan dalam diskusi bertajuk 'Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Ekstremisme/Terorisme' di Hotel Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat.
Jazilus mengibaratkan pemahaman ilmu agama Islam yang baik sebagai sebuah apel. Islam sendiri menurutnya terdiri dari tasawuf, aqidah dan syariat.
" Kulit itu adalah islam, dagingnya itu iman, bijinya itu adalah Ihsan," ujar Jazilus.
Menurut Jazilis, apabila pemahaman Islam-nya hanya setengah-setengah maka sebuah apel tersebut bisa membusuk serta tidak akan menghasilkan biji atau pribadi muslim yang baik.
"Kami melihat transfer ilmu pada ketiga itu tidak komprehensif, hanya dikedepankan fiqh saja, akhirnya pemahaman keislaman tidak lebih jauh ke daging ke substansinya," katanya.
Oleh karena itu, Jazilus melihat peran pesantren sangat dibutuhkan agar mencegah ilmu radikalisme yang terus menyebar secara perlahan.
"Menurut kami, di sinilah peran pesantren. Memang dari sisi fiqh hasilnya akan fiqh. Namun perilakunya, santri ini meniru kyainya, dan biasanya akhlak kyainya itu sudah ihsan," ujarnya.
Jazilus pun menambahkan bahwa pondok pesantren bisa menjadi jembatan pagi para pencari ilmu agama. Karena selain mengajarkan ilmu agama yang lengkap, juga memberikan ilmu budaya yang baik.
"Pesantren itu dari awal sebenarnya sudah menyeimbangkan proses ini. Jadi, kalau saya lihat, pesantren ini dari awalnya sudah mengajarkan itu. Pesantren ini adalah tidak hanya pendidikan moral tetapi juga budaya," pungkasnya.