Suara.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarief, mengatakan salah satu fokus diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi adalah untuk mendongkrak skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Skor IPK Indonesia pada 2017 sendiri terbilang stagnan atau sama dengan tahun 2016, yakni masih berada pada angka 37.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo berencana menerbitkan Perpres Stranas Pencegahan Korupsi. Perpres ini telah digodok sejumlah instansi, yakni KPK, Kantor Staf Presiden (KSP), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan RB).
"Fokusnya kita sesuaikan, kan sebenarnya salah satu cita-cita kita itu untuk meningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi kita yang sekarang itu 37. Diharapkan dengan adanya Perpres ini, kita bisa menembus supaya tahun depan Insya Allah bisa naik dua digit, syukur-syukur kalau tiga digit," kata Syarief di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Untuk itu, kata Syarief, seluruh sektor yang tertuang dalam Perpres ini difokuskan mendongkrak skor IPK. Demikian juga dengan fokus kerja dan strategi-strategi yang disusun dalam Perpres tersebut.
Sementara menurut Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Perpres ini merupakan revisi dari Perpres nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Namun, yang membedakan dengan Perpres 55/2012, di dalam Perpres saat ini, KPK ikut secara formal di kegiatan. Bahkan Gedung KPK menjadi sekretariat nasional.
"Sejak 2017, KSP, Bappenas, KPK, Kemdagri dan Menpan merancang bagaimana strategi nasional yang baru. Di situ ditetapkan bahwa strukturnya ada tim nasional, ini mirip-mirip panitia atau dewan pengarah. Isinya Mendagri, Ketua KPK, Kepala KSP, Menpan dan Menteri Bappenas. Itu pengarah yang menentukan arah kegiatan. Dan di bawahnya ada sekretariat nasional, ini yang operasional. Operasional itu ditetapkan ada di KPK, di kedeputian pencegahan," kata Pahala.
Dipaparkan Pahala, dalam Perpres ini terdapat tiga hal yang menjadi fokus, yakni keuangan negara, perizinan serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Yang disebut keuangan negara, kata Pahala, mencakup penerimaan negara seperti pajak, bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara untuk sektor pengeluaran negara mencakup mulai dari perencanaan terpadu, pengusulan anggaran hingga implementasi, termasuk dalam hal pengadaan barang dan jasa.
"Jadi panjang rentangnya untuk keuangan negara ini," katanya.
Untuk sektor perizinan, Pahala menjelaskan, Perpres tersebut mengatur mengenai kemudahan perizinan. Dikatakan, sektor perizinan ini lebih bernuansa pencegahan korupsi, seperti perizinan sumber daya alam, perkebunan, dan hal lainnya.
"Kejaksaan dan Kepolisian ada di Pokja yang ketiga, yaitu penegakan hukum dan reformasi birokrasi," katanya.