Suara.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mensyukuri permintaannya untuk menambahkan anggaran untuk ibadah haji 2018 disetujui oleh Komisi VIII DPR. Penambahan anggaran tersebut dikarenakan adanya naik turun nilai tukar rupiah dengan Saudi Arabiya Riyal (SAR).
Lukman menjelaskan bahwa adanya selisih kurs karena pada saat itu penetapan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) masih menggunakan mata uang rupiah. Selain itu mengikuti nilai kurs rupiah pada kala itu.
"Ketika penetapan PBIH karena dibayarkan dengan rupiah yang itu juga dilakukan pada saat kursnya tidak seperti kurs saat ini. Maka ketika ada selisih kurs (sekarang)," jelas Lukman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018) malam.
Selain itu, Lukman pun memaparkan bahwa nantinya selisih kurs tersebut akan dibayarkan dengan nilai manfaat dan nantinya akan dimasukkan ke dalam save guarding. Nilai manfaat ialah hasil investasi dari dana haji. Sedangkan save guarding ialah dana yang disimpan agar bisa digunakan dalam beberapa waktu ke depan.
"Artinya kalau tidak digunakan seluruhnya maka sisa dana yang ada dalam save guarding itu bisa kembali dimasukkan ke kas haji untuk digunakan tahun-tahun yang akan datang. Jadi, tidak hilang sama sekali," pungkasnya.
Untuk diketahui, Komisi VIII DPR RI telah menyetujui kenaikan anggaran operasional ibadah haji 2018. Jumlah indirect cost BPIH tahun 1439H/2018M berubah dari Rp 6.327.941.577.970 menjadi Rp 6.870.931.934.046.
Indirect cost tersebut merupakan dana tidak langsung dari setoran jemaah, yang berasal dari kas haji melalui hasil kelola BPKH.
Kenaikan anggaran tersebut dikarenakan adanya naik turun nilai tukar rupiah dengan Saudi Arabia Riyal (SAR). Oleh karena itu, Kemenag beserta Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meminta kenaikan anggaran untuk mengantisipasi fluktuasi nilai tukar rupiah.