Jaksa Ungkap Ulah Bupati Hulu Sungai Tengah Korupsi Rp 3,6 Miliar

Kamis, 24 Mei 2018 | 15:42 WIB
Jaksa Ungkap Ulah Bupati Hulu Sungai Tengah Korupsi Rp 3,6 Miliar
Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan Abdul Latif meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalimantan Selatan, Abdul Latif menerima uang suap senilai Rp 3,6 miliar. Uang tersebut diterima Latif dari Direktur PT Menara Agung Pustaka, Donny Witono.

Dakwaan itu dibacakan jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo saat sidang dakwaan di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).

Jaksa menjelaskan, penerimaan suap bermula saat Latif menunjuk Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Fauzan Rifani sebagai tangan kanannya. Ia memerintahkan Fauzan untuk meminta fee proyek kepada para kontraktor yang ingin ikut lelang. Ia mematok 10 persen untuk pekerjaan jalan, 7,5 persen untuk pekerjaan bangunan dan pekerjaan lain sebesar 5 persen setelah dikurangi nilai pajak.

Saat itu, salah satu pengusaha, yakni Direktur PT Menara Agung Pustaka Donny Witono ingin ikut lelang proyek pembangunan RSUD Damanhuri Barabai yang dibiayai APBD Hulu Sungai Tengah. Latif menolak permintaan langsung Donny, tetapi mengarahkan kepada Fauzan.

"Donny pun menyampaikan kepada Fauzan agar bisa memenangkan proyek RSUD H Damanhuri. Fauzan menyanggupi dengan catatan Donny menyiapkan fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek kepada Latif," ujar jaksa Kresno.

Kemudian, Fauzan pun menyampaikan kepada Abdul Latif di rumah dinasnya. Latif sepakat dan meminta Fauzan menyampaikan permohonan Donny Witono kepada ketua pokja pengadaan ruang perawatan RSUD H Damanhuri. Fauzan diperintah Latif untuk mengondisikan lelang.

PT Menara Agung Pustaka akhirnya diumumkan sebagai pemenang proyek. Pemenangan proyek dibuktikan dengan penandatangan kontrak antara Donny Witono dengan pejabat pembuat komitmen Yushan. Perusahaan Donny mendapat sekitar Rp 54 miliar dan setelah dipotong pajak menjadi Rp 48 miliar.

"Fauzan pun meminta tolong Direktur PT Sugriwa Agung Abdul Basit untuk menghitung fee proyek RSUD Damanhuri. Dalam penghitungan tersebut diketahui angka fee proyek mencapai Rp 3,6 miliar," lanjut jaksa.

Fauzan lantas meminta jaminan kepada Donny untuk menyerahkan uang fee proyek tersebut. Donny pun menyerahkan dua lembar bilyet giro kepada Fauzan. Akhirnya pemberian uang komitmen fee dilakukan selama dua tahap yakni Rp 1,8 miliar setelah diterima uang muka dan sisanya setelah pekerjaan selesai akhir tahun.

Namun, pada saat pencairan, uang tersebut tidak bisa ditarik. Fauzan pun menghubungi Donny Witono untuk menarik uang di Cengkareng senilai Rp 1,8 miliar untuk Abdul Latif. Sementara sekitar Rp 20 juta untuk Fauzan. Usai kejadian itu, Donny menelpon Fauzan untuk menanyakan masalah denda keterlambatan pengerjaan pembangunan rumah sakit. Latif pun meminta kepada Donny untuk menyelesaikan proyek tersebut baru menyerahkan pemberian fee yang kedua.

Usai mendapatkan fee bagian pertama, Abdul pun memerintahkan Fauzan membagi fee kepada bagian Dinas RSUD sebesar 0,5 persen dari pemberian kedua, 0,65 persen untuk pokja, 0,1 persen untuk kepala rumah sakit, 0,07 persen hntuk kepala bidang, dan 0,08 persen untuk PPTK.

"Pada bulan Januari 2018, Fauzan meminta fee kepada Donny untuk menyerahkan fee sisa sebesar Rp 1,8 miliar," sebut jaksa.

Donny mengaku akan menyerahkan uang tetapi meminta keringan denda keterlambatan kepada Fauzan. Setelah pembicaraan panjang tentang hal tersebut di kediaman Donny, sang pengusaha sepakat menyerahkan uang lewat Fauzan. Donny pun memberikan fee kepada Fauzan tambahan sebesar Rp 25 juta dalam pengiriman kedua.

Latif pun menanyakan kepada Fauzan tentang penerimaan fee sisa. Fauzan mengatakan fee tersebut sudah diterima. Latif meminta Fauzan untuk memasukkan uang ke rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung di BPD Kalimantan Selatan.

Menindaklanjuti permintaan Latif, Fauzan menemui Abdul Basit dan berencana memasukkan uang tersebut ke rekening PT Sugriwa Agung sebesar Rp 1,8 miliar.

Atas perbuatan tersebut, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI