Suara.com - Aksi teroris di Indonesia belakangan ini menyasar pihak kepolisian dan markas Polri. Kenapa itu bisa terjadi?
Aksi penyerangan teroris ke kantor polisi terjadi di Polda Riau dan Polres Surabaya. Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menduga karena penegakan hukum di tanah air belum berjalan dengan baik.
"Ya bisa juga kemungkinan karena mereka itu yang dituduh teroris, merasa bukan teroris. Tapi (setelah) dituduh teroris dia menjadi marah atau benci pada polisi, akhirnya dia membalas," ujar Bambang seusai menjadi pembicara diskusi bertajuk 'Quo Vadis Revisi UU Anti Terorisme' di kantor Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).
"Kalau cara pendekatan kepolisian begitu, monolog, nggak mendengar pandangan publik akan jadi gitu," Bambang menambahkan.
Ia kemudian mencontohkan kasus di Poso, Sulawesi Tengah. Di sana, Polisi dinilai tidak mengedepankan langkah-langkah yang persuasif dalam membiru teroris, khusuanya mereka yang tergabung di dalam kelompok Mujahidin Indonesia Timur
"Kalau di Poso itu bagimana prilaku polisi pada teroris itu menyakitkan hati sekali. (Polisi) tidak memandang bahwa teroris itu adalah saudaranya sendiri. Bagi kami, (teroris) juga jangan diperlakukan seperti musuh. Kalau diperlakukan seperti musuh kan harus dimusnahkan," kata Bambang.
Lebih jauh Bambang mengatakan, dia mendukung adanya evaluasi dalam penanganan terorime. Guru Besar Ilmu Politik UI ini juga mendukung langkah pemerintah yang ingin melibatkan TNI.
Namun, Bambang berharap keterlibatan Komando Operasi Khusus Gabungan nantinya untuk menangani teror yang berasal dari luar.
"Menyelesaikan teror atau terorisme ini negara harus mengevaluasi, nggak hanya polisi saja, militer perlu dibutuhkan penanggulangan terorisme, tapi teror dari mana? Yang dari luar negeri, yang mengancam kedaulatan negara," kata dia.