Suara.com - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengungkapkan proses penanganan teroris yang dilakukan intelijen memiliki peran yang cukup besar. Intelijen mempunyai pengaruh sebesar 75 persen dalam penanganan terorisme.
Melihat fungsi intelijen sangat krusial dengan tugas mendeteksi secara dini terorisme. Selain itu mendata potensi - potensi terorisme dan orang yang diduga berpaham radikalisme.
Hal itu dilakukan agar tak terjadi kesalahan dalam pengungkapan jatingan kelompok terorisme maupun adanya kesalahan prosedur dalam penangkapan.
"Semua itu untuk memastikan benar - benar teroris," kata Setyo, Rabu (23/5/2018).
Setyo menuturkan bekerja sebagai Intelijen Detasemen Khusus 88 Antiteror, kata Setyo, memiliki tugas cukup berat. Mereka harus bekerja selama 7x24 jam tanpa henti.
Itu dilakukan untuk memantau setiap pergerakan semua jaringan atau kelompok teror yang telah terdeteksi.
Itu, yang dilakukan tim intelijen, sehingga baru masuk dalam fungsi penindakan. Menurut Setyo, proses penindakan hanya memiliki presentase sekitar 5 persen.
Sedangkan 20 persen lainnya fungsi penyidikan dalam membuka informasi lain, sampai melakukan pelimpahan berkas ke Kejaksaan.
Hasil dari intelijen sudah ada beberapa orang yang terdeteksi dan dipunyai datanya diduga keterlibatan terorisme. Namun, kembali hal itu terbentur UU terorisme, Polri belum bisa melakukan tindakan represif.
Artinya Polri baru bisa menangkap jika sudah muncul pergerakan.