Terungkap! Anak Nonton Video Jihad Sebelum Diajak Bom Bunuh Diri

Rabu, 23 Mei 2018 | 03:33 WIB
Terungkap! Anak Nonton Video Jihad Sebelum Diajak Bom Bunuh Diri
Petugas melakukan olah TKP di lokasi bom bunuh diri di GPSS Arjuno, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (17/5).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan fakta bahwa anak-anak yang dilibatkan dalam aksi terorisme lebih sering mendapatkan ilmu jihad dan kekerasan. Faktanya, anak-anak tersebut tidak disekolahkan secara formal.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan bahwa anak-anak dari kasus bom di Rusunawa Monocolo, Sidoarjo diisolasi oleh orang tuanya. Mereka dilarang berinteraksi dengan dunia luar bahkan dipaksa untuk mengatakan bahwa mereka menjalani homeschooling padahal kenyataannya tidak.

"Tapi sesungguhnya tidak ada homeschooling dalam kehidupannya, mereka hanya diberi pengetahuan tentang menulis membaca berhitung dasar-dasar saja," kata Retno dalam diskusi bertajuk 'Menguak Fakta Aktual Radikalisme dan Terorisme di Indonesia' di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018).

Retno menuturkan ketimbang mendapatkan ilmu pengetahuan yang serupa dengan sekolah pada umumnya, anak-anak tersebut malah mendapat asupan video-video kekerasan dari orang tuanya.

"Seringkali disuruh nonton video-video yang jihad video kekerasan. Itu konsumsi dari bagian pembelajaran yang diberikan sehingga tertanam kuat pada diri anak," tuturnya.

Oleh karena itu, Retno melihat langkah yang dilakukan orang tua tersebut termasuk ke dalam pelanggaran UU perlindungan anak karena telah menghilangkan hak seorang anak.

"Ketika anak tidak diberi akses atas hak pendidikan maka orangtua sudah melanggar UU perlindungan anak dan sebenarnya bisa dipidana," katanya.

Retno pun menambahkan bagi siapapun yang melibatkan anak dalam aksi terorisme akan ditambah 1/3 hukumannya.

"Menyuruh anak melakukan kekerasan pun itu menjadi bagian jika pelakunya adalah orang terdekat korban, maka hukumannya bisa ditambahkan. Selama 15 tahun (hukuman) dewasa, maka bisa menambah 1/3 lagi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI