Suara.com - Dua puluh tahun sudah agenda reformasi berjalan di negeri ini. Telah banyak perubahan yang dihasilkan, pasca pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto tumbang.
Soeharto, Presiden Republik Indonesia ke dua, yang dikenal dengan otoritarianismenya, mengundurkan diri dari kursi kekuasaan setelah mendapat desakan hebat dari masyarakat dan mahasiswa pada tanggal 21 Mei 1998.
Salah satu tokoh dicatat pada masa itu adalah Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional, Amien Rais. Dia dikenal sebagai bapak reformasi Indonesia karena ikut berdemonstrasi saat itu. Meski demikian, tidak sedikit pihak yang meragukan peran Amien Rais kala itu. Bahkan, sebagain pihak ada yang meminta supaya sebutan bapak reformasi yang disandang Amien, ditinjau ulang.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah bercerita tentang sosok Amien. Fahri mengaku sangat dekat dengan Amien saat tahun 1998 itu.
“Sekarang ada kelompok yang seolah-olah ingin menulis ulang reformasi. Padahal ini malaikat pencatat, YouTube ini, semua merekam. Dan kalau bicara reformasi, gambar Pak Amien Rais semua di situ,” kata Fahri dalam acara 20 Tahun Refleksi Reformasi di DPR, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Fahri berkisah, beberapa bulan sebelum Soeharto mengundurkan diri, satu-satunya tokoh yang diterima mahasiswa kala itu adalah Amien Rais. Tak ada satupun keraguan mahasiswa kala itu, menunjuk Amien sebagai pemimpin dari gerakan-gerakan massa yang mereka lakukan. Fahri pun mengklaim saat itu Amien melancarkan serangan-serangan kepada Soeharto melalui orasi-orasi politiknya di berbagai forum.
“Ketika Pak Soeharto begitu kuat, tidak ada yang berani mengkritiknya secara vulgar dan lantang. Saya kira baru Pak Amien Rais yang berani berbicara tentang suksesi pada forum-forum formil, dia pidato di majelis tanwir Muhammadiyah,” ujar Fahri.
Bahkan, dalam satu kesempatan berpidato di salahsatu seminar, di gedung Departemen Agama, Amien beranggapan suksesi kepemimpinan nasional. “Suksesi lho, bukan reformasi. Suksesi itu kan sebenarnya lebih jauh lebih definitive. Pak Amien Rais bicara suksesi,” kata Fahri.
“Bahkan, waktu menjelang sidang MPR Tahun 1997, Pak Amien Rais secara tegas, jadi headland berita, mengatakan ‘kesalahan fatal apabila MPR memilih kembali Presiden Soeharto’. Saya kira tidak ada yang berbicara seperti itu waktu itu,” lanjut Fahri.
Fahri yang kala itu merupakan aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), mengklaim Amien telah matang membaca peta politik dan kondisi negara kala itu.
“Pak Amien sudah sampai kepada suksesi sebelum yang lain, karena dia Profesor politik. Dia membaca peta, dia mengerti kalau kekuasaan itu sudah terlalu lama, dengan sendirinya akan banyak masalah dan itulah yang kemudian kita terjemahkan kedalam ide reformasi,” ujar Fahri.
Cerita Fahri lagi, Amien selalu menyampaikan tujuan dari suksesi kepemimpinan.
Awal April 1998, Amien yang baru saja pulang dari Belanda, ditemui Fahri dan perwakilan KAMMI lainnya di kantor PP Muhammadiyah. Ia ingin melaporkan kepada Amien, bahwa mereka baru saja mendeklarasikan KAMMI di Universitas Muhammadiyah Malang pada tanggal 29 Maret 1998 dan siap berjuang bersama menumbangkan rezim orde baru.
Kala itu mahasiswa sangat kuat dengan ketokohan. Kata dia, gerakan mahasiswa akan susah membuahkan hasil apabila tidak figur yang diikuti. Fahri dan kawan-kawannya sadar, di usia yang masih di bawah 30 tahun, mereka belum punya cukup kemampuan menentukan arah pemerintahan pasca reformasi. Sebab itu, menurut dia, Amien dipilih sebagai tokoh yang designer konsepsi demokrasi setelah orde baru tumbang.
“Saya ingat satu jawaban Pak Amien di PP Muhammadiyah itu, ‘mas Fahri Hamzah, kalau Anda datang kepada saya kurang dari meminta pak Soeharto mundur, Anda salah alamat,” ujar Fahri.
Fahri kaget mendengar jawaban Amien. Ia tidak menyangka, kedatangannya menawarkan gerakan mahasiswa, ditantang untuk berkomitmen ikut menumbangkan pemerintahan yang sudah 32 tahun menjabat. “Saya bilang, Insya Allah pak Amien,”kenang Fahri.
Diterima di Semua Kalangan
Situasi saat itu semakin mencekam. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Toko-toko di jarah, dan puluhan rumah dibakar massa. Aparat semakin kelabakan menenangkan amuk massa, sedangkan mahasiswa terus melakukan aksi demonstrasi di jalan-jalan, di tempat-tempat umum. Aparat yang bertugas mengamankan situasi, semakin tidak terkendali. Senjata api mulai ditembakkan ke arah massa dan menyebabkan beberapa orang tewas, termasuk mahasiswa dari Universitas Trisakti.
Ketengangan di Jakarta mulai memuncak. Kewaspadaan yang tinggi, membuat masyarakat saling mencurigai satu sama lain, terutama pada orang-orang yang belum dikenal. Situasi itu membuat Fahri CS kesulitan turun ke masyarakat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat atas gerakan yang mereka lakukan.
“Pak Amien Rais disambut secara luar biasa, di pojok-pojok kota, di pojok-pojok desa. Dan Kalau kami mau masuk, karena habis kerusuhan, di pagar semua gang-gangnya. Itu nggak ada yang boleh masuk, curiga pada semua orang karena khawatir ini pengacau atau provokator. Tapi begitu kita bilang ada Pak Amien Rais di dalam mobil, semuanya langsung memberikan izin. Kita masuk, di bukakan pintu, lolos kami semua kemana-mana,” tutur Fahri.
“Adat trust dari publik kepada Pak Amien yang kuat, dari semua kelompok. Tidak ada perbedaan pendapat soal itu. Karena pada waktu itu Pak Amien Rais yang paling menonjol untuk menyuarakan aspirasi kita semua. Keinginan kita untuk berubah,” Fahri menambahkan.