Amien Rais di Mata Fahri Hamzah saat Reformasi 1998

Selasa, 22 Mei 2018 | 10:36 WIB
Amien Rais di Mata Fahri Hamzah saat Reformasi 1998
Amien Rais dan Fahri Hamzah dalam acara Refleksi 20 Tahun Reformasi di DPR, Jakarta, Senin (21/5/2018). [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Pak Amien sudah sampai kepada suksesi sebelum yang lain, karena dia Profesor politik. Dia membaca peta, dia mengerti kalau kekuasaan itu sudah terlalu lama, dengan sendirinya akan banyak masalah dan itulah yang kemudian kita terjemahkan kedalam ide reformasi,” ujar Fahri.

Cerita Fahri lagi, Amien selalu menyampaikan tujuan dari suksesi kepemimpinan.

Awal April 1998, Amien yang baru saja pulang dari Belanda, ditemui Fahri dan perwakilan KAMMI lainnya di kantor PP Muhammadiyah. Ia ingin melaporkan kepada Amien, bahwa mereka baru saja mendeklarasikan KAMMI di Universitas Muhammadiyah Malang pada tanggal 29 Maret 1998 dan siap berjuang bersama menumbangkan rezim orde baru.

Kala itu mahasiswa sangat kuat dengan ketokohan. Kata dia, gerakan mahasiswa akan susah membuahkan hasil apabila tidak figur yang diikuti. Fahri dan kawan-kawannya sadar, di usia yang masih di bawah 30 tahun, mereka belum punya cukup kemampuan menentukan arah pemerintahan pasca reformasi. Sebab itu, menurut dia, Amien dipilih sebagai tokoh yang designer konsepsi demokrasi setelah orde baru tumbang.

“Saya ingat satu jawaban Pak Amien di PP Muhammadiyah itu, ‘mas Fahri Hamzah, kalau Anda datang kepada saya kurang dari meminta pak Soeharto mundur, Anda salah alamat,” ujar Fahri.

Fahri kaget mendengar jawaban Amien. Ia tidak menyangka, kedatangannya menawarkan gerakan mahasiswa, ditantang untuk berkomitmen ikut menumbangkan pemerintahan yang sudah 32 tahun menjabat. “Saya bilang, Insya Allah pak Amien,”kenang Fahri.

Diterima di Semua Kalangan

Situasi saat itu semakin mencekam. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Toko-toko di jarah, dan puluhan rumah dibakar massa. Aparat semakin kelabakan menenangkan amuk massa, sedangkan mahasiswa terus melakukan aksi demonstrasi di jalan-jalan, di tempat-tempat umum. Aparat yang bertugas mengamankan situasi, semakin tidak terkendali. Senjata api mulai ditembakkan ke arah massa dan menyebabkan beberapa orang tewas, termasuk mahasiswa dari Universitas Trisakti.

Ketengangan di Jakarta mulai memuncak. Kewaspadaan yang tinggi, membuat masyarakat saling mencurigai satu sama lain, terutama pada orang-orang yang belum dikenal. Situasi itu membuat Fahri CS kesulitan turun ke masyarakat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat atas gerakan yang mereka lakukan.

 “Pak Amien Rais disambut secara luar biasa, di pojok-pojok kota, di pojok-pojok desa. Dan Kalau kami mau masuk, karena habis kerusuhan, di pagar semua gang-gangnya. Itu nggak ada yang boleh masuk, curiga pada semua orang karena khawatir ini pengacau atau provokator. Tapi begitu kita bilang ada Pak Amien Rais di dalam mobil, semuanya langsung memberikan izin. Kita masuk, di bukakan pintu, lolos kami semua kemana-mana,” tutur Fahri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI