Puisi Thukul
Salah satu yang paling membekas dalam ingatan Fahim adalah, rekan-rekannya yang diculik pada tahun 1998.
“Hampir teman-teman Rode yang diculik itu di Jakarta, salah satunya Mas Widji Thukul, yang hingga kekinian masih hilang,” tuturnya.
Fahim mengisahkan bagaimana Wiiji Tukul saat datang ke Rode selalu dengan gaya khasnya, ia tak bisa lepas dengan isu-isu yang sedang Widji dalami.
Baca Juga: Kinerja Buruk, 1.295 Pejabat Kementan Dibongkar Amran
Widji, menurut Fahim, akan selalu mengobrol tentang situasi terkini. Semisal mengenai penggusuran rakyat di Kedung Ombo. Kebetulan, Widji aktif dalam advokasi rakyat di daerah itu.
Senandung puisi perlawanan Wiji Tukul tak luput mengelora di gang Rode.
“Ia juga menginspirasi dengan puisi lugasnya. Di sini seperti rumah kebebasan, Mas Widji Thukul sudah produktif dengan puisi kerakyatan, kalau di Jogja ada aksi, ia selalu datang,” kenangnya mengingat sang penyair realis besar Indonesia tersebut.
Tak hanya Wiji Tukul yang pernah mengeyam suasana di tempat bersejarah bagi kalangan aktivis itu, tapi banyak lainnya dan kekinian sudah menjadi bagian dari elite.
“Ada Nezar Patria, serta Andi Arief dan sederet nama-nama aktivis yang diculik ditahun 1998 juga pernah duduk, tidur, makan sampai menularkan kegelisahan di Gang Rode,” tutur Fahim.
Baca Juga: Hasil dan Klasemen Akhir La Liga Spanyol
Fahim sendiri, kekinian memilih tetap menjadi advokat di lembaga Fahmi and Partner di Banguntapan, Bantul.