“Jauh sebelum itu, mereka melakukan kajian ilmiah, baik di kampus maupun di luar kampus. Hak-hak mereka di kampus dibungkam, mereka belajar secara independen, kemudian membuat satu oraganisasi SM UII waktu itu,” tuturnya.
Banyak tokoh-tokoh beken dalam dunia pergerakan di Indonesia yang kala itu sering berkumpul di Rode.
”Ada tokoh sentralnya waktu itu, seperti Muhammad yamin, Hatta Mahmud, Ifdhal Kasim (mantan Ketua Komnas HAM), Raziko Amin, mereka dari kelompok studi kampus, berlatar belakang mahasiswa. Ada juga dari pers mahasiswa, dan lembaga kemahasiswaan,” kata Fahim.
Baca Juga: Kinerja Buruk, 1.295 Pejabat Kementan Dibongkar Amran
Aktivis Rode bersama kelompok gerakan mahasiswa lainnya kala itu terbilang cukup aktif mengadvokasi isu-isu kerakyatan.
Mereka meninggalkan bangku-bangku kuliah, terjun ke desa-desa atau pabrik, untuk mengorganisasikan rakyat. Sebab, mereka menyakini hanya mahasiswa yang cukup peka melihat keadaan penindasan rezim terhadap rakyat.
Pergolakan dalam kasus rakyat menentang proyek bendungan Kedung Ombo, serta peristiwa penolakan pembangunan lapangan golf di Cimacan, diadvokasi oleh aktivis Rode.
“Teman-teman yang di Rode ini ikut andil dalam memperjuangkan rakyat, mengangkat isu kerakyatan, yang terkenal itu penggusuran Kedong Ombo, Cimacan untuk golf,” jelasnya.
Ketika era 80-an selesai, Gang Rode sejak tahun 1990 sampai reformasi meletus pada tahun 1998, banyak digunakan oleh aktivis luar kota Yogyakarta.
Baca Juga: Hasil dan Klasemen Akhir La Liga Spanyol
Banyak aktivis dari Malang, Jakarta, Surabaya, Bali, sampai luar Jawa, singgah untuk berdiskusi, maupun konsolidasi aksi.