Suara.com - Komisioner Komnas Perempuan Azriana Manulu mengatakan demokrasi yang dibangun setelah 20 tahun reformasi masih tidak berpihak pada perempuan. Semisal masih ada diskriminasi perempuan.
Azriana menjelaskan sejak krisis ekonomi 1996 hingga krisis politik yang berujung pada kerusuhan 13-14 Mei 1998, perempuan bergerak menanggapi krisis tersebut. Dirinya menyebut bahwa sektor perempuan melawawan kekerasan dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan seperti perkosaan yang terjadi saat itu.
"Kenyataan ini pernah dilupakan. Apalagi kini demokrasi direduksi menjadi kesibukan elektoral yang di kuasai elit politik," kata Azriana kepada Suara.com, Senin (21/5/2018).
Azriana mengatakan sedikit orang dan sumber sejarah mempublish gerakan perempuan pada 20 tahun silam. Padahal peran perempuan saat itu membangun budaya politik baru.
"Politik berlandaskan etika kepedulian dan solidaritas sesama perempuan," jelasnya.
Komnas Perempuan mendorong legislatif melibatkan perempuan dalam menyusun kebijakan baik tingkat pusat maupun daerah. Pelibatan perempuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam mengambil kebijakan.
"Ini akan menghapus hambatan dan stereotype kultural maupun sosial mengenai perempuan," tambah Azriana.
Komnas Perempuan juga meminta kepada eksekutif agar tata kelola pemerintahan yang berkeadilan gender. Hal tersebut termasuk perumusan program pembanguan dan anggaran pelaksanaan program pemerintah.
"Tata kelola peradilan yang berkeadilan gender harus ditegakkan demi kepentingan gender," tandas Azriana.