Suara.com - Revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme kembali berhembus kencang dan menjadi sorotan. Terutama setelah adanya rentetan aksi terorisme yang terjadi di sejumlah tempat di Indonesia.
Reaksi terhadap aksi kejam tersebut pun langsung diarahkan kepada pemerintah dan DPR yang dianggap lamban dalam menuntaskan revisi UU Terorisme. Publik mendesak untuk segera dituntaskannya pembahasan RUU tersebut.
Menanggapi desakan tersebut, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme DPR, Supiadin Aries Saputra mengatakan bahwa hingga saat ini pembahasan terkait revisi tersebut masih berjalan. Namun, revisi tersebut dipastikan akan membuat Polri bisa menindak seseorang yang masih terduga sebagai teroris.
Namun politikus NasDem itu menyebut bahwa akan ada pula batasan yang mengatur soal penindakan tersebut.
Dia mengatakan UU terkait terorisme yang terdahulu membuat kewenangan aparat, khususnya Polri, menjadi terbatas.
"Karena selama ini, Polri tidak bisa menindak terduga teroris. Ketika revisi undang-undang ini sudah ada nanti, nanti ada payung hukum yang bisa menindak indikasi. Tapi tidak bisa asal tangkap," kata Supiadin di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5/2018).
Sementara, Direktur Komunikasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto meminta masyarakat untuk tidak langsung melimpahkan kesalahan kepada aparat atas adanya aksi teror tersebut. Sebab menurut dia, aparat memiliki keterbatasan kewenangan dalam bertindak.
"Selama ini aparat disalahkan seolah-olah keranjang sampah, tanpa melihat sejumlah kewenangannya dicabut. Ibarat gigi, kalau nggak ada gigi, nggak bisa menggigit," kata Wawan.
Ia lantas menyinggung soal revisi Undang-Undang terkait terorisme yang hingga saat ini masih belum rampung. Wawan berharap RUU tersebut bisa selesai dalam waktu dekat.
"Revisi UU Antiterorisme ini sudah didesak. Saya ingin targetnya Juni. Dan itu semua menjadi perhatian bersama," tutupnya.