Usman Hamid: Keterlibatan TNI dalam Operasi Anti Terorisme Keliru

Sabtu, 19 Mei 2018 | 14:08 WIB
Usman Hamid: Keterlibatan TNI dalam Operasi Anti Terorisme Keliru
Pegiat HAM Usman Hamid di Jakarta. [Suara.com/Lily Handayani]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Amnesty International Usman Hamid menegaskan jika keterlibatan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme merupakan langkah yang keliru. Menurutnya, segala bentuk pengerahan TNI itu harus dengan dasar hukum.

“Kan dasar hukum ini bukan tidak ada. Ada yaitu pasal 7 UU No 34 tahun 2004 tentang TNI. Caranya adalah dengan menerbitkan keputusan politik negara, berarti keputusan pemerintah yang dietujui oleh DPR,” ungkap Usman, di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/5/2018).

Cara yang kedua, lanjut dia, adalah dengan UU Polri. UU ini mewajibkan pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah sebagai dasar perbantuan TNI kepada polri.

“Jadi dasar hukumnya sudah ada. Tinggal pak Moeldoko merancang sebuah peraturan pemerintah berdasarkan pasal 41 dari UU Polri atau merancang sebuah keputusan pemerintah atau sebuah UU misalnya RUU tugas perbantuan untuk presiden, diajukan ke DPR dan mendapatkan persetujuan yaitu sesuai dengan pasal 7 UU TNI,” jelasnya.

Lebih jauh, Usman menerangkan jika sebenarnya sudah ada kerangka hukum. Tinggal itu dijalankan dan dilanjutkan dengan peraturan pemerintah maupun juga dengan RUU tugas perbantuan.

“Nah, yang kedua yang saya kira perlu dilakukan oleh pemerintah adalah merumuskan matriks ancaman. Apakah saat ini pemerintah sudah berkesimpulan ancaman kami masih bersifat lokal karena terjadi diseluruh tempat dengan bentuk ledakan bom,” katanya.

Atau yang kedua lebih bersifat medium teroris seperti yang sudah terjadi di beberapa tempat dan sudah berskala regional.

Yang ketiga ini sudah masuk kepada fase yang lebih eskalatif, yaitu teror yang bersifat masal dan terjadi di banyak tempat.

“Nah masing-masing eskalasi itu, memiliki konsekuensi, apakah pemerintah masih dalam hal ini menetapkan keadaan damai dan itu berarti penegakan hukum yang diutamakan atau dalam keadaan bahaya. Sehingga militer dikerahkan,” katanya.

Keadaan bahaya pun, lanjutnya, ada beberapa gradiasi. Kalau menurut UU No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang pertama adalah misalkan tertib sipil, darurat militer sampai darurat perang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI