Suara.com - Pemerintah meneguhkam komitmennya untuk melindungi anak bangsa yang tertimpa musibah. Dalam kasus aksi terorisme yang terjadi di beberapa tempat, posisi anak adalah korban, bukan pelaku.
“Anak-anak ini adalah korban aksi terorisme yang dilakukan orangtuanya. Anak-anak ini tidak tahu apa-apa, jangan digeneralisir. Bukan anak-anak ini pelakunya,” kata Menteri Sosial, Idrus Marham, di Tangerang, Kamis (17/5/2018).
Mensos menyatakan, Kementerian Sosial sudah memiliki prosedur tetap (protap) terkait penanganan bencana sosial.
"Kita sudah ada protap, sudah ada prosedur penanganan bencana, baik bencana alam, non-alam, dan bencana sosial," kata Mensos.
Protap dalam menanggulangi anak-anak pelaku aksi terorisme sudah berjalan. Di Surabaya, Jawa Timur, ada anak yang masih meronta menunjukkan ketidakterimaan terhadap kondisi yang dihadapinya.
Menurut Mensos, hal ini menunjukkan adanya masalah psikologis yang harus diatasi dengan pendekatan yang tepat. Dalam hal ini, Kemensos telah melakukan pendampingan.
“Kak Seto (Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi) dan jajarannya sudah terbang ke Surabaya. Kak Seto bertugas menghibur, memulihkan trauma psikologis dan membangkitkan semangat mereka,” katanya.
Kepada korban dari aksi-aksi terorisme yang berlangsung beberapa hari terakhir, Kementerian Sosial dipastikan memberikan bantuan. Bantuan diberikan dalam berbagai bentuk ,mulai uang tunai, pendidikan anak-anak, baik dari keluarga korban maupun pelaku.
Menurut Idrus, bantuan yang akan diberikan kepada ahli waris korban ledakan bom senilai Rp 15 juta per orang untuk korban meninggal.
"Bantuan akan langsung diterima keluarga atau ahli waris. Kita juga perhatikan faktor lain, mulai dari pendidikan dan sekolah anak-anak, hingga pemulihan psikologis mereka," katanya.