Suara.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menghormati keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk melimpahkan kasus materi polling cawapres dan anggota kablnet Jokowi 2019 di koran Jawa Pos ke pihak kepolisian. Tapi PSI akan melawan.
PSI akan menggunakan hak untuk melakukan perlawanan secara hukum. Sebab, PSI melihat ada perbedaan tafsir hukum.
”Materi kami tidak memuat visi dan misi serta program partai. Padahal, itulah definisi kampanye menurut Pasal 274 UU Pemilu," kata Sekjen PSI, Raja Juli Antoni dalam keterangan pers di DPP PSI, Kamis (17/5/2018).
Raja Juli mengatakan kampanye di koran itu untuk melakukan pendidikan politik. Dia klaim tidak mengandung ajakan memilih PSI.
"Kalau soal pencantuman logo ini bagian dari pertanggungjawaban. Ini polling untuk publik dan tak mungkin tak ada penanggungjawab. Makanya ada nama dan logo PSI untuk tanggungjawab," ujar Toni.
Terkait pelimpahan kasus itu, PSI juga merasa dizalimi. Beberapa hari Ialu ada pelaporan ke Bawaslu terhadap beberapa partai yang melakukan kampanye di berbagai media.
”Kami merasa dizalimi. Kok tidak ada tindak lanjut dari pelaporan itu? Sebagai partai baru, kami merasa dikerjain. Apakah karena kami partai baru? Apakah karena tak ada beking besar di belakang PSI sehingga kami dilakukan seperti itu?” kata Toni.
PSI merasa Bawaslu sengaja memperkarakannya kasusnya itu. PSI merasa menjadi sebuah 'target operasi'. Sebab dalam pernyataan pers Bawaslu Temuan No. 02/TM/PL/RI/00.00/lV/2018 pada hari ini menyatakan jika ”Kepolisian segera menetapkan Tersangka”.
"Bawaslu telah melanggar asas praduga tak bersalah. Ini jelas menunjukkan bahwa PSI menjadi target operasi atau TO dari pihak-pihak tertentu. Bawaslu pun sudah melakukan abuse of power karena memerintahkan polisi untuk mentersangkakan pimpinan PSI,” kata Toni.
PSI menggarisbawahi pula bahwa bahwa kasus ini temuan anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, di Jawa P05 dan bukan pelaporan dari masyarakat.