Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan ada pergeseran pola rekrutmen menjadi ‘pengantin’. Pengantin adalah istilah untuk calon pelaku pengeboman dalam tindakan terorisme di tanah air.
Ada tiga pola dalam rekrutmen pelaku jaringan terorisme. Diantaranya, pertama, melalui modus perkawinan. Ini seperti kasus di Bekasi dimana terduga teroris berinisial MNS menikahi Dian Yulia Novi yang baru dikenal tiga bulan lewat media sosial.
“Kedua, modus indoktrinasi melalui media sosial. Pola ini sering dilakukan oleh para mentor jaringan teroris termasuk dengan sasaran usia remaja yang akan dilibatkan dalam aksi terorisme. Melalui medsos, injeksi radikalisme tumbuh dan berkembang,” kata Susanto, Ketua KPAI dalam konfrensi pers di kantornya, Selasa (15/5/208).
Ketiga adalah patronase guru. Mentoring menjadi radikalis, bahkan jadi teroris cukup efektif melalui patronase guru. Sebab anak sangat mudah terpengaruh untuk mengikuti, mengingat guru sebagai sosok yang diyakini membawa kebenaran.
“Infiltrasi terorisme melalui keluarga. Modus melalui proses pengasuhan tidak mudah dideteksi, karena terjadi pada ruang ruang yang tak terpantau orang sekitar. Kasus teror bom Surabaya menjadi contoh betapa orang tua merelakan anak dilibatkan dalam aksi terorisme yang dikecam,” ujar dia.
Dia menjelaskan, jaringan teroris melakukan indoktrinasi terorisme dengan sasaran usia anak biasanya tidak langsung. Namun pada tahap tertentu, anak juga terlibat menebar ekspresi kebencian, diantaranya kebencian terhadap pemerintah, terhadap aparat negara, terhadap sistem negara serta terhadap kelompok lain yang tidak sepaham.
“Maka deteksi dini harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik pihak sekolah, keluarga, guru ngaji dan masyarakat,” kata dia.
Terkait maraknya pelibatan anak dalam kejahatan terorisme itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga harus melakukan antisipasi dan upaya pencegahan agar peristiwa tersebut tak terulang lagi.
“Pemerintah daerah perlu melakukan inovasi pendidikan pengasuhan kepada calon pengantin dan semua kelompok pasangan. Baik pasangan muda dan tua agar mengembangkan pengasuhan yang positif, penuh kasih sayang dan tanpa radikalisme,” kata dia.