Padahal, Dorojatun Kuntjoro-jakti telah mengetahui bahwa Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi dan diharuskan untuk mengembalikan atau mengganti kerugian kepada BPPN berdasarkan laporan Tim Bantuan Hukum (TBH) KKSK tanggal 29 Mei 2002.
Setelah Syafruddin berhenti pada tahun 2004, pemerintah pun menerima laporan kinerja BPPN. Syafruddin melaporkan bahwa pihak Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan pembayaran nilai aset petambak senilai Rp 1,1 triliun sesuai keputusan KKSK No.KEP.02/K.KKSK/02/2004 13 Februari 2004 yang ditetapkan oleh Dorojatun Kuntjoro-jakti. Namun, saat laporan dikonfirmasi pemerintah, Syafruddin tidak bisa menjelaskan secara rinci tentang restrukturisasi dan pelunasan utang tersebut.
Jaksa KPK berpandangan, tindakan Syafruddin melanggar sejumlah aturan. Ia didakwa melanggar TAP MPR-RI Nomor: X/MPR/2001 ditetapkan 9 November 2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2001, Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004, Pasal 37 ayat (1) dan (2) huruf c Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Keputusan Presiden RI Nomor 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan BPPN.
Lalu Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Nomor : KEP.01.A/M.EKUIN/01/2000 tanggal 20 Januari 2000 tentang Kebijakan Restrukturisasi dan Penyelesaian Pinjaman Bagi Debitur di BPPN, Keputusan KKSK Nomor KEP.01/K.KKSK/05/2002 tanggal 13 Mei 2002 dan Keputusan KKSK Nomor Kep.01/K.KKSK/10/2002 tanggal 7 Oktober 2002.
Baca Juga: Yusril Sebut KPK Salah Orang dalam Penetapan Tersangka Kasus BLBI
Jaksa mendakwa, perbuatan Syafruddin telah menguntungkan Syafruddin hingga Rp 4,58 triliun.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Sjamsul Nursalim sejumlah empat triliun lima ratus delapan puluh miliar rupiah, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah empat triliun lima ratus delapan puluh miliar rupiah atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata Jaksa KPK.
Atas perbuatan tersebut, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang RI Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP.