Suara.com - Surabaya, kota tersibuk kedua setelah Ibukota Jakarta sekaligus ibukota Provinsi Jawa Timur tengah berduka. Serangkaian teror bom mengguncang kota yang dikenal stabil keamanannya. “Suroboyo selama iki paling adem ayem, lah kok malah diserbu,” begitu komentar prihatin Mahmud Syufri, seorang warga kawasan Manyar.
Tempat bermukimnya tergolong dekat dengan salah satu titik pengeboman. “Peristiwa kemarin (13/5/2018) itu kita sangka ada travo PLN meledak,” lanjutnya dengan aksen kental Suroboyoan. “Dampaknya kini jalanan sekitar kawasan ini sepi. Anak-anak sekolah diliburkan, meski hal ini sejatinya berkenaan dengan awal puasa.”
Meski demikian, bukan berarti kondisi lumpuh. Selain menggelar aksi solidaritas di Tugu Pahlawan, warga secara swadaya turut berperan aktif mengamankan area masing-masing. “Saya warga biasa, yang ikut bahu-membahu menjaga Kristus Raja, salah satu gereja tua di Surabaya,” papar Pambudi Rezakusuma, karyawan dari sebuah layanan jasa catering.
Bersama para tokoh masyarakat Kecamatan Tambaksari serta perangkat babinsa koramil di mana ia bermukim, warga berkumpul dan membuat jadwal penjagaan dalam radius kecamatan. Hal itu meliputi gereja, masjid, sekolah, serta fasilitas umum lainnya.
Baca Juga: Anak Tanya Soal Terorisme? Begini Cara Orangtua Menjelaskan
Pambudi menambahkan, tak ada potret-potret penjagaan yang dilakukan bersama ini diedarkan. “Demi keamanan bersama,” imbuhnya.
Pengamanan swadaya masyarakat juga dilakukan di daerah kediaman Mahmud Syufri. “Bersama satpam kompleks perumahan, warga berjaga-jaga. Saling mengingatkan bila ada kendaraan atau orang masuk ke sini. Lebih baik lama ditanya-tanya daripada dibolehkan nyelonong langsung. Orang baik-baik mesti kulo nuwun kalau masuk.”