Suara.com - Penetapan nama Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk, di Kota Bandung, Jawa Barat, menjadi pertanda baiknya hubungan antara masyarakat Suku Jawa dan Sunda. Rekonsiliasi ini menjadi catatan sejarah bagi suku terbesar pertama dan kedua di Nusantara tersebut.
"Putri Raja memakai mahkota. Kilaunya menawan mata. Harmoni Budaya Jawa-Sunda bukti kebhinekaan Indonesia," kata Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher), dalam pantunnya mengawali sambutan dalam acara "Harmoni Budaya Jawa-Sunda 2018" dan peresmian Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk, di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (11/5/2018).
"Berwisata ke Kota Surabaya, pulangnya mampir di Yogyakarta. Mari kita lakukan rekonsiliasi budaya, untuk kemajuan bangsa tercinta," tambahnya.
Peristiwa Perang Bubat pada 1357, secara emosi mengganggu hubungan Suku Jawa dan Sunda. Namun hal itu masih perlu dibuktikan, karena ada kecurigaan pada zaman Kolonial, Suku Sunda dan Jawa sengaja dibenturkan dengan cerita Perang Bubat.
Aher mengatakan, penamaan jalan tersebut menjadi langkah awal rekonsiliasi antara Sunda dan Jawa. Ini merupakan langkah konkrit anak bangsa untuk semakin memperkuat harmonisnya kebhinekaan di NKRI.
"Kebhinekaan dari suku bangsa terbesar kesatu dan kedua di NKRI, yaitu Jawa dan Sunda," ujar Aher.
Perang Bubat, kata Aher, merupakan peristiwa lama yang patut dikenang dan menjadi bagian dari sejarah. Aher mengajak masyarakat untuk mengambil pelajaran dari yang telah terjadi di masa lalu.
"Ini adalah sejarah baru dan titik baru untuk menatap masa depan yang lebih baik," kata Aher.
"Mari kita bangun masa depan kita yang baik secara bersama-sama lewat rekonsiliasi budaya Sunda-Jawa dan Jawa-Sunda, pada hari ini," ajaknya.
Rekonsiliasi budaya melalui simbol penamaan jalan ini, awalnya diinisiasi oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X. Pada 3 Oktober 2017, secara resmi nama Jalan Pajajaran dan Jalan Prabu Siliwangi ada di Yogyakarta.
Untuk melanjutkan rekonsiliasi ini, pada 6 Maret 2018, diresmikan pula nama Jalan Sunda dan Jalan Prabu Siliwangi di Kota Surabaya, Jawa Timur.
“Dan hari ini adalah gong dari rekonsiliasi budaya Jawa-Sunda, Sunda-Jawa. Kita resmikan nama Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Kota Bandung, Jawa Barat,” tutur Aher dalam sambutan.
Harmoni Budaya Jawa-Sunda disambut baik oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Gubernur DIY, yang diwakili Wakil Gubernur DIY, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam X , menganggap, harmoni budaya memiliki nilai penting untuk meningkatkan promosi potensi budaya daerah Jabar, Jatim, dan DIY kepada masyarakat luas.
Yogyakarta berharap, harmoni budaya bisa memupuk, membudayakan, serta menumbuhkan adat budaya dan seni di daerah. Selain itu, harmonisasi ini bisa membangkitkan kembali nilai budaya lokal.
Sementara itu, Gubernur Jatim, Soekarwo, yang juga hadir pada kesempatan ini mengatakan, masyarakat Jatim ingin menyelesaikan permasalahan yang terjadi selama 661 tahun.
Menurutnya, hal itu bisa menjadi contoh bahwa penyelesaian budaya, penyelesaian yang paling baik diantara cara penyelesaian yang lain.
“Budaya bisa membersihkan kotoran-kotoran yang ada,” ujar Pakde Karwo, sebutan akrab gubernur Jatim tersebut.
“Masyarakat Jawa Timur ingin mengakhiri permasalahan yang terjadi selama 661 tahun, kemudian menjadi hal baru dan menjadi contoh bahwa penyelesaian budaya adalah yang paling baik diantara penyelesain lain. Penyelesaian yang bisa menghaluskan barang kasar dan bisa menjernihkan barang-barang kotor,” jelasnya.
Jalan Majapahit Kota Bandung terletak di sisi barat Lapangan Gasibu, sementara Jalan Hayam Wuruk mengganti nama Jalan Cimandiri, di sisi barat Gedung Sate.
Pada kesempatan ini diresmikan pula Jalan Citaresmi, yang mengganti Jalan Pusdai, di depan Masjid Pusdai, Kota Bandung.
Majapahit sendiri merupakan nama sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jatim. Kerajaan Majapahit berdiri sekitar 1923-1500.
Puncak kejayaan ini terjadi pada masa Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit, tepatnya pada 1350-1389. Raja ini bergelar Maharaja Sri Rajasanagara.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan. Hayam Wuruk, yang lahir pada 1334, memiliki arti "Ayam yang terpelajar".