Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara e-KTP dengan terdakwa Dokter Bimanesh Sutarjo pada Jumat (11/5/2018). Dalam sidang kali ini, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Noor Aziz.
Dalam keterangannya, Noor Aziz menyebutkan bahwa profesi seseorang dapat mempengaruhi tindakan hukuman yang dijatuhkan kepadanya, jika terbukti menjadi pelaku pidana.
Dalam kasus merintangi penyidikan korupsi KPK, dia mengatakan bahwa ada unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam proses perintangannya. Ia menegaskan, pelaku perintangan dan pihak yang membantu sama-sama memiliki status yang sama di mata hukum. Sebab keduanya sejak awal telah secara sadar bekerja sama dan memahami konsekuensi yang akan dihadapi dari tindakannya.
"A dan B sama-sama punya kualitas sebagai pelaku. Ada persekongkolan yang disadari dan bersifat sempurna. Sebelum melakukan kejahatan, sudah ada persetujuan antara A dan B, atau turut serta merekayasa, mengarang, membuat suatu kejadian padahal kejadiannya belum ada," katanya di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Sesuai dengan Pasal 21 UU Tipikor, Aziz menjelaskan bahwa setiap orang yang menghalangi penyidikan tipikor bisa dihukum penjara. Ia menerangkan, jika sudah terpenuhi salah satu unsur merintangi atau menggagalkan, maka status "turut serta" ini setara dengan pelaku.
"Mencegah, merintangi atau menggagalkan, salah satu sudah cukup. Pada umumnya turut serta itu direncanakan. Status turut serta ini sederajat. Mencegah itu proses belum dilakukan. Kalau merintangi, dihalangi-halangi, menggagalkan, tapi kualitasnya sama karena delik formil," kata Noor Aziz.
Aziz melanjutkan, jika tindakan merintangi penyindikan tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan profesional, maka akan ada pertimbangan pemberatan hukuman. Hal ini disebabkan karena ada kode etik yang melingkupi pekerjaan mereka.
"Kalau profesional, ada unsur pemberatan pidana. Karena profesional itu ada lima unsur, yakni mempunyai pengetahuan tinggi melalui pendidikan formal, cerdas, high skills, social interest orientation (berorientasi pada kepentingan sosial), dan kelima ada kode etik," lanjutnya.
Bimanesh didakwa merintangi penyidikan KPK saat mengusut kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Bimanesh diduga bekerja sama dengan mantan pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, dengan merekayasa hasil pemeriksaan.