Kala Menteri Agama Berbicara Keberagaman

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 08 Mei 2018 | 22:50 WIB
Kala Menteri Agama Berbicara Keberagaman
Menteri Agama Lukamn Hakim Syaifuddin memberikan sambutan dalam prosesi pemakaman almarhum Sys NS di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2018). [suara.com/Sumarni]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak masyarakat untuk memiliki sifat tenggang rasa dalam kehidupan sehari-hari, hal ini disampaikannya saat menjadi salah satu pembicara dalam Dialog Nasional Aplikasi Kehidupan Berbhineka yang digelar oleh Canisius College Alumni Day 2018.

“Sebelum kita melakukan sesuatu, tanya pada diri kita, apakah orang lain akan tersinggung atau tidak? Apakah orang lain akan merasakan sakit atau tidak?” kata Lukman di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Jika masyarakat saling menjaga rasa, kata Lukman, pastilah rasa benci tak akan tumbuh di negeri ini. Ia mengatakan, kondisi saat ini tak terkendali. Bila ada salah satu orang menghujat, maka orang lain akan membalas hujatan tersebut. 

“Saling hujat muncul karena sesama kita saling melayani hujatan tersebut,” paparnya.

Baca Juga: Menteri Agama: 156 Hotel Bintang 3 Siap untuk Jemaah Haji

Gubernur PTIK Irjen Pol. Dr. Remigius Sigid Tri Harjanto menambahkan, di sekolah yang berada di bawah naungannya terdiri para polisi dari berbagai suku.

Penerapan Pancasila secara nyata juga telah dilakukan. Sehingga, mereka bisa cair antara satu sama yang lainnya.

“Tidak boleh ada yang merasa lebih satu sama yang lainnya,” katanya.

Sigid mengaku, para alumnus di PTIK pun harus mau ditempatkan di mana saja. Misalnya orang Jawa, harus mau ditempatkan di Sumatera.

“Begitu pula dengan orang Sumatera harus mau ditempatkan di Papua,” tegasnya.

Menurut Sigid, penerapan pendidikan PTIK membuat para lulusannya akan berlaku adil di masyarakat.

Baca Juga: Menteri Agama Larang Ceramah Politik Praktis di Rumah Ibadah

“Kan tidak mungkin suku ini hanya mau melayani sukunya saja. Itu tidak boleh terjadi,” lanjutnya.

Menurut Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau yang akrab disapa Yenny Wahid, Indonesia saat ini tengah dihantui oleh radikalisme dan intoleransi.

“Radikalisme dan intoleransi adalah sesuatu yang berbeda. Radikalisme merupakan tindakan fisik, sedangkan intoleransi tak perlu menggunakan tindakan fisik,” katanya.

Dari survei yang dilakukan oleh Yenny Wahid, saat ini angka radikalisme di Indonesia mencapai 0,4 persen yang melakukan tindakan radikal.

“Tapi, mayoritas dari jumlah itu bukanlah pelakukanya, melainkan mereka adalah penyumbang ke organisasi radikal,” katanya.

Walaupun demikian, Yenny tetap optimis bahwa radikalisme dan intoleransi bisa menurun di Indonesia. Ini terbukti bahwa dari hasil riset tersebut, mayoritas masyarakat Indonesia tetap berpegang teguh pada Pancasila.

“Negara lain banyak yang iri kepada kita karena kita punya Pancasila. Ini adalah pemersatu kita semua,” katanya.

Acara Dialog Nasional yang digelar Canisius College Alumni Day 2018 merupakan rangkaian acara memperingati 91 tahun Kanisius.

Menurut Affan Alamudi, Juru Bicara Perhimpunan Alumni Kolese Kanisius Jakarta, tema Kebhinekaan dipilih karena relevan dengan kondisi saat ini.

“Sekolah Kanisius adalah salah satu pengejewantahan Kebhinekaan. Di dalamnya beragam dan kami tetap bersatu dalam perbedaan itu,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI