Koruptor Bergaji Penuh, ICW: Belum Ada Aturan yang Jelas

Selasa, 08 Mei 2018 | 17:32 WIB
Koruptor Bergaji Penuh, ICW:  Belum Ada Aturan yang Jelas
Wakil Sekjen Peradi Rivai Kusumanegara, di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV D No 6, Jakarta Selatan, Minggu (14/1/2018). [Suara.com/Dwi Bowo Rahardjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koruptor yang juga mantan anggota DPRD Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan Mustagfir Sabry tetap mendapat gaji penuh dan tunjangan dari jabatannya sebagai anggota DPRD. Padahal, politikus Hanura tersebut sudah dipenjara selama dua tahun setelah divonis penjara 5 tahun.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan kejadian tersebut disebabkan oleh adanya ketidaksinambungan informasi antar pihak terkait.

"Ini masalah kita, karena tidak adanya kesinambungan informasi antara putusan pengadilan, eksekusi di jaksa dan keputusan administrasi pada sekretariat di masing-masing institusi pemerintah," katanya saat dihubungi wartawan, Selasa (8/5/2018).

Tidak hanya itu, penyebab lain sehingga koruptor tetap menikmati uang gaji tanpa bekerja adalah karena belum adanya aturan yang jelas.

Baca Juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Cagub NTT, Marianus Sae

"Belum lagi tidak ada kejelasan ketentuan sejak kapan gaji PNS/PN tidak dibayarkan, apakah sejak menjadi terpidana, sejak jadi tersangka atau terdakwa," kata Adnan.

Untuk mengatasi hal itu, dia meminta Kementerian Keuangan, Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), penegak hukum serta Mahkamah Agung (MA) untuk membuat suatu mekanisme yang jelas.

"Buat ketentuan yang lebih menjelaskan bagaimana alur eksekusi hingga penghentian pemberian gaji," katanya.

Dalam kasus ini, Adnan tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Karena bisa saja pihak-pihak terkait terlibat dalam proses yang tidak benar tersebut.

"Kalau pengadilan tidak mengirimkan putusan resminya, jaksa tidak bisa mengeksekusi. Bisa saja sudah dikirimkan, tapi tidak dieksekusi," jelasnya.

Baca Juga: Kasus Rekaman, Rini Harus Dievaluasi dan Diperiksa KPK

"Tidak bisa pukul rata melihat sumber masalahnya di mana, makanya, dua-duanya harus membangun sistem koordinasi yang lebih transparan," tutup Adnan.

Sebelumnya disebutkan bahwa Sabry masih menerima gaji dan tunjangan sebagai anggota DPRD sebesar Rp 37 juta karena belum menerima salinan putusan dari MA dan juga dari Kejari Makassar.

Padahal MA sudah mengeluarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2016. Artinya, Sabry tetap menikmati uang gaji, meski sudah dipenjara selama dua tahun.

Sabry terbukti melakukan korupsi dana bansos pada 2008 dan menjadi anggota DPRD Kota Makassar periode 2014-2019. Awalnya, Sabry divonis bebas pada 2015. Namun oleh MA vonis itu diubah menjadi pidana penjara 5 tahun dalam sidang pada Juni 2016.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI