Batubara, Bahaya Laten Bagi Kesehatan

Wahyu Nugroho Suara.Com
Selasa, 08 Mei 2018 | 07:27 WIB
Batubara, Bahaya Laten Bagi Kesehatan
Anggota LSM lingkungan Greenpeace menentang penggunaan batubara, 16 November 2017 di Berlin (Aneh Andersen/ AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Meningkatnya penggunaan batubara pada pembangkit listrik berbahan bakar batubara dinilai aktivis lingkungan Greenpeace sangat beresiko bagi kesehatan manusia.

"Meningkatnya kembali penggunaan batubara, gas dan minyak bumi pada 2017 artinya tidak hanya menambah emisi CO2 tetapi juga meningkatkan emisi polutan udara beracun, membawa risiko bagi kesehatan masyarakat. Ini harus diatasi segera," ujar Lauri Myllyvirta, ahli polusi udara Greenpeace saat ditemui di Denpasar, Selasa (8/5/2018).

Sebanyak 20.000 kematian dini pertahun di Asia Tenggara adalah hasil hasil kontribusi polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batubara.

menurut riset dari Universitas Harvard dan Greenpeace International, jika rencana pembangunan PLTU-PLTU baru berjalan, diperkirakan angka tersebut bisa meningkat hingga 70.000 dari bermacam penyakit seperti kanker paru-paru, stroke, serta penyakit pernafasan.

Baca Juga: Puluhan Perusahaan Batubara di Indonesia Terancam Bangkrut

Saat ini para pelaku industri fosil sedang berkumpul, membangun jaringan, dan melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis di sebuah hotel mewah di Bali. "Pulau indah yang saat ini sedang menghadapi persoalan serius terkait batubara," ujar Lauri.

Saat ini beberapa unsur masyarakat di daerah Celukan Bawang tengah berupaya menentang rencana ekspansi PLTU di daerah itu yang akan berdampak pada lingkungan serta sumber penghidupan masyarakat sebagai petani dan nelayan.

Selain itu, aktivis Greenpeace Indonesia juga menghalau tongkang-tongkang pengangkut batu bara yang secara ilegal memasuki Taman Nasional Karimunjawa. Dari hasil riset yang dilakukan Greenpeace memperlihatkan praktik ilegal ini merusak terumbu karang dan berdampak pada penghasilan nelayan setempat.

Jurkam Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika mengatakan bahwa saat ini para pelaku industri batubara berkumpul di Bali untuk menyelamatkan masa depan bisnis mereka, kesehatan dan pencaharian masyarakat Indonesia sedang terancam.

"Negeri ini tidak layak mendapatkan masa depan yang dibangun di atas batubara. Ini saatnya pemerintah berpihak pada masyarakat dan segera beralih ke energi terbarukan," ujarnya.

Baca Juga: Harga Batubara Naik, PGN Optimis Potensi Bisnis PLTG Meningkat

Menurut Hindun, batubara adalah industri yang akan segera berakhir. Tidak hanya kesadaran global akan dampak buruknya, tetapi investor-investor besar sudah mulai enggan menaruh modalnya di sektor ini.

Deutsche Bank, bank terbesar di Jerman telah menyatakan akan menghentikan mendanai proyek batubara sebagai bagian dari komitmen terhadap Kesepakatan Paris untuk menghentikan dampak perubahan iklim.

Badan pendanaan internasional seperti Bank Dunia, Bank Export Import Amerika Serikat, dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, juga memutuskan untuk berhenti berinvestasi di pembangkit listrik tenaga Batubara.

Di negara-negara benua Amerika dan Eropa, Asia Timur seperti Cina, batubara telah ditinggalkan dan digantikan oleh sumber energi terbarukan. Cina misalnya, negara ini telah memanfaatkan tenaga surya dan angin dengan kapasitas yang sangat besar.

Ironisnya, di konferensi industri batubara terbesar di Asia yang dihadiri pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memberikan dukungan yang sangat besar terhadap dominasi batubara, yang sudah jelas terbukti menghasilkan polusi tinggi dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat setempat.

sumber: Antara

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI