Suara.com - Insiden kantor Gerindra Jateng yang didatangi Brimob secara intimidatif rupanya sudah sering terjadi sebelumnya. Tak hanya pada insiden hari Jumat (4/5/2018) dan Sabtu (5/5/2018), diketahui aparat kepolisian beberapa kali datang dan ikut masuk dalam rapat pemantapan kader.
Ketua DPD Gerindra Jateng Abdul Wachid menyampaikan, setiap bulan pihaknya selalu mengadakan rapat internal pemantapan kader untuk para Ranting dan DPC dalam menghadapi Pilkada, Pileg, dan Pilpres 2019. Pihak Kepolisian ikut masuk bahkan merekam video selama rapat berlangsung.
"Rapat pemantapan kalau untuk Ranting dan DPC itu paling dihadiri 30 kader perwakilan dari Ketua dan Sekretaris, tapi aparat kepolisian bisa hadir sampai 15 personil. Ikut masuk dan merekam video selama rapat," katanya pada media di Kantor DPC Gerindra Kota Semarang, Minggu (6/5/2018), malam.
Tindakan itu, menurutnya, terlalu berlebihan dan sangat intimidatif, apalagi rapat internal partai yang tentunya berhubungan dengan strategi internal pemenangan selama pesta demokrasi baik Pilkada, Pilgub, Pileg dan Pilpres 2019.
Baca Juga: Survei INES, Elektabilitas Partai Gerindra Tertinggi
"Strategi pemenangan masa harus diketahui pihak lain dan itu direkam video, sangat tidak nyaman dan intimidatif," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya juga tak mau kalah. Ia balik meminta kader merekam video kegiatan para aparat kepolisian, yang merekam acara rapat internal partainya.
"Kita juga ganti dong polisi itu divideokan. Sebagai bukti intimidasi," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Fadli Zon menyayangkan tindakan represif aparat kepolisian. Menurutnya, polisi tak boleh menyentuh kantor partai tanpa surat, ijin dan ikut mendengar rapat partai. Hal itu dinilainya melanggar hukum.
"Ini kok seperti era Orde Baru saja. Meski insiden hanya disini, tapi kita tak ingin institusi kepolisian dijadikan alat kekuasaan apalagi kepentingan jangka pendek," katanya.
Baca Juga: Waketum Gerindra Curiga Ada Mafia BUMN Mau Lengserkan Rini
Ditanya apakah akan ada langkah hukum, pihaknya berencana akan mensomasi dan melaporkan tindakan itu ke Propam.
"Di kepolisian ada mekanisme, mungkin nanti dilaporkan dulu ke Propam, apakan sesuai instruksi, siapa yang menginstruksikan. Di negara demokrasi tak boleh ada intimidasi," katanya.
Dia ingin ada evaluasi dan koreksi dari pihak kepolisian. Bahwa kepolisian harus netral dan menjalankan penegakan hukum secara imparsial dan proposional, bukan dengan kepentingan politik.
"Oknum yang bertindak dibelakang ini dicopotlah! Saya yakin masih banyak oknum baik diinstitusi kepolisian. Harus dievaluasi," tukasnya. (Adam Iyasa)