Suara.com - Rekaman video peserta lari yang diadakan oleh UNISA dalam tajuk kegiatan Festival yang dihadang oleh sejumlah orang. Terlihat seorang warga Mlangi mengingatkan pelari dengan nada yang tinggi. Hal itu dilakukan karena pelari perempuan dianggap menggunakan pakaian hotpen yang tidak pantas digunakan saat memasuki daerah Mlangi yang notabene merupakan kawasan Islami.
Muhyiddin selaku Penanggungjawab dukuh sementara atau Plt Kepala Dukuh Mlangi mengungkapkan acara tersebut sebenarnya sudah mendapat pemberitahuan dari panitia yang isinya penyelenggara akan melalui rute dusun Mlangi.
“Waktu itu kami selaku PLT dukuh, diberikan pemberitahuan bahwa UNISA akan mengadakan UNISA Fest kegiatanya salah satu run 5 K dan 3 K” kata Muhyidin saat ditemui di rumahnya, Dukuh Mlangi, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Minggu (6/5/2018)
Namun ia menyatakan pemberitahuan yang diajukan mendadak karena tak sampai sehari. Menurut lelaki yang bekerja di perangkat desa dibidang pemerintahan ini, waktunya terhitung dari pagi hari (31/4/2018) surat dilayangkan, esoknya (1/5/2018) kegiatan berlangsung.
“Pemberitahuan itu sudah kami sampaikan ke sebuah grop RT/RW,” terangnya. Ia menambahkan waktu itu sangat mendadak, sehingga harus segera disampaikan ke warga agar tidak kaget saat ada orang lari dengan jumlah banyak melalui desanya. ” Intinya supaya tidak kaget hendak ada orang lari di pagi hari dengan jumlah banyak,” lanjutnya.
Ia tidak menduga akan terjadi keributan hanya karena pakaian yang tak sopan itu. Ia berfikir karena pelaksananya adalah kampus islam maka apapun yang digunakan oleh peserta pikirnya pasti akan islami.
“Hemat kami, karena yang mengadakan UNISA otomatis sudah menyesuaikan kampus yang ada. Pakaiannya kayak apa, kami tidak memperkirakan sampai sejauh itu,” jelas Muhyiddin.
Peristiwa tersebut sempat memunculkan opini intoleransi, walapun demkian ia tidak menganggap kejadian itu sebuah tindakan intoleransi, karena yang terjadi hanyalah kurangnya koordinasi antara pihak panitia dan perangkat desa setempat saja, “Jadi bukanya kita tidak toleran, waktunya memang mendadak,” katanya.
Baginya karena dusun Mlangi sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sebagai kawasan Islami. Dengan demikian, budaya islami sangat dijunjung tinggi di lingkungan sekitarnya.
Ia menjelaskan peristiwa yang menghebohkan publik itu sebagai pengingat agar lebih santun dalam berpakaian,” Tidak pernah ada pakaian seperti itu. Bukannya tidak toleran atau apa. Itu hanya mengingatkan,” jelasnya. (Somad).