Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran mantan Menteri Dalam Negeri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan Fauzi terkait persetujuan pemenang lelang pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Provinsi Sumbar di Kabupaten Agam. Proyek itu dibiayai Kemendagri Tahun Anggaran 2011.
Kamis (3/5/2018) kemarin, KPK memeriksa Gamawan sebagai saksi untuk tersangka Dudy Jocom yang saat itu menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen di Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011.
"Penyidik mendalami peran dan pengetahuan saksi dalam persetujuan pemenang lelang untuk pengadaan proyek di atas nilai Rp 100 miliar yang harus ditandatangani oleh Pengguna Anggaran," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Gamawan pernah mengakui dikonfirmasi oleh penyidik KPK soal persetujuan pemenang tender pembangunan gedung IPDN tersebut. Sesuai Pasal 8 tentang Tugas dan Kewenangan Pengguna Anggara (PA) jika proyek lebih dari Rp 100 miliar maka harus disetujui dan ditandatangani oleh Menteri.
Baca Juga: Terkait Korupsi Gedung IPDN, KPK Kembali Garap Gamawan Fauzi
"Dengan kehati-hatian saya waktu diajukan ke saya, saya tidak mau tanda tangan saya minta review dulu oleh BPKP setelah direview oleh BPKP dinyatakan tidak ada masalah saya tandatangani itu sudah selesai urusannya," ungkap Gamawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis kemarin.
Ia pun menegaskan kembali bahwa dirinya saat itu menandatangani soal persetujuan untuk penetapan pemenang tender dalam pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Sumbar di Kabupaten Agam itu.
"Penunjukan persetujuan siapa yang menang jadi yang mengajukan mereka saya kan minta menyetujui karena menurut Pasal 8 kan harus disetujui Menteri," ucap Gamawan yang diperiksa sekitar empat jam itu.
Untuk diketahui, tersangka Dudy baru ditahan KPK pada 22 Februari 2018 lalu setelah ditetapkan tersangka bersama dengan Budi Rachmat Kurniawan pada 2 Maret 2016.
Dudy saat itu adalah pejabat pembuat komitmen di Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011 dan Budi Rachmat Kurniawan menjabat sebagai General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero).
Baca Juga: Terdakwa e-KTP: Adik Gamawan Fauzi Pernah Dikasih Ruko
Keduanya diduga melakukan perbuatan melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga negara mengalami kerugian Rp 34 miliar dari total nilai proyek Rp 125 miliar.