Suara.com - Aparat Sub Direktorat Industri dan Perdagangan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya membongkar bisnis minuman keras jenis ciu yang di bermarkas di sebuah rumah kontrakan di Jalan Pekojan 1, RT 13, RW 5, Nomor 88, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi juga menangkap PRW (54), yang menjadi bos peredaran miras ilegal tersebut.
"Ada minuman yang tak memiliki izin edar. Setelah kita cek minuman ini diperdagangkan ke Jakarta. Minuman ini kita ungkap, kita selidiki bahwa minuman ini dilarang oleh UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan," kata Argo saat ditemui di lokasi, Kamis (3/5/2018).
Dari hasil pemeriksaan, kata Argo PRW telah menjalankan bisnis miras oplosan di rumah tersebut sejak tahun 2016 lalu. Dalam sebulan, tersangka bisa meraup keuntungan mencapai ratusan juta rupiah.
"Kegiatan ini sudah dilakukan 2 tahun lebih dan ini dilarang karena kita belum tahu komposisinya seperti apa. Kemudian setiap bulan dia mendapatkan keuntungan Rp 118 juta perbulan, kalau setahun Rp 1,4 miliar," katanya.
Argo menjelaskan, PRW merekrut sebanyak empat orang pekerja untuk bekerja di pengolahan miras jenis ciu tersebut. Adapun bahan baku yang dipergunakan berasal dari ragi, tape, gula pasir dan air.
Setelah difermentasi selama dua minggu, miras ilegal itu kemudian dicampur dengan bahan lain dan dimasak hingga mengeluarkan uap. Nantinya uap tersebut dituang ke dalam tong yang sudah dilapisi kain penyaring. Kemudian hasil penyaringan itu dimasukan ke dalam botol.
"Peredaran ini ada di Jakarta. Dari sini kemudian diberikan ke distributor-distributor untuk dijual ke masyarakat," katanya.
Terkait pengungkapan kasus ini, polisi juga berhasil menyita barang bukti di antaranya yakni bahan baku campuran fermentasi ciu sebanyak 220 tong, 133 kardus berinisi botol ciu siap edar dan 46 pack beris8 4.600 botol kosong.
Dalam kasus ini, PRW dijerat Undang Undang R1 Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 198 Juncto Pasal 108 tentang adanya praktik kefarmasian tetapi tidak memiliki keahlian atau kewenangan di bidang kefarmasian
"Ancaman penjara dua tahun dan denda Rp 4 miliar," kata Argo.