Suara.com - Mantan Ketua DPR Setya Novanto masih tidak terima dengan vonis penjara 15 tahun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurutnya, vonis sedemikian lama itu sangat tidak adil.
Meski begitu dia yakin, keadilan itu akan tetap ada, namun bukan di pengadilan yang ada di dunia.
Hal itu disampaikannya saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan terdakwa Fredrich Yunadi.
"Ya saya kalau lihat di pengadilan dunia memang mungkin saya tidak mendapatkan keadilan, tetapi keadilan yang ada di Allah SWT tentu masih ada," kata Setya Novanto, Kamis (3/5/2018).
Baca Juga: Ikhlas Dibui 15 Tahun, Setya Novanto Cuma Ingin 'Cooling Down'
Sebagai rasa penyesalan atas perbuatan yang telah dilakukannya sehingga terjerat dalam kasus e-KTP, Setya Novanto pun siap menjalani kehidupan sebagai seorang anak kost.
Namun, dia mengatakan akan mengisi hari-harinya di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin dengan banyak berdoa.
"Sehingga tentu di Sukamiskin ini, saya akan mulai dari kost, saya akan ke pesantren. Saya akan banyak belajar doa, berdoa dan tentu saya menjadi masyarakat biasa. Saya akan berbaur bersama teman-teman yang lain," jelasnya.
Di akhir pembicaraannya, terpidana kasus korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut menyampaikan permohonan maafnya kepada para anggota DPR. Dia juga meminta maaf dan memohon doa kepada masyarakat Indonesia.
"Tentu saya mohon maaf kepada seluruh anggota DPR dan masyarakat Indonesia. Mudah-mudahan doa-doa yang positif, masih ada hal-hal yang mungkin ke depan lebih baik," tutup Setya Novanto.
Baca Juga: KPK Akan Eksekusi Setya Novanto ke Lapas Sukamiskin
Setya Novanto resmi menjadi terpidana kasus korupsi e-KTP setelah memutuskan untuk tidak mengajukan banding terhadap vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor. Setya Novanto divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan.