Unjuk Rasa Terbesar di Thailand Tantang Pembangunan Rumah Mewah

Dythia Novianty Suara.Com
Senin, 30 April 2018 | 05:32 WIB
Unjuk Rasa Terbesar di Thailand Tantang Pembangunan Rumah Mewah
Unjuk rasa di Thailand. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lebih dari seribu orang berkumpul di kota Chiang Mai, Thailand utara, pada Minggu (29/4/2018), untuk menentang pembangunan perumahan mewah oleh pemerintah di lahan berhutan. Menurut keterangan polisi setempat aksi ini merupakan unjuk rasa terbesar di bawah kekuasaan tentara.

Unjuk rasa itu adalah salah satu yang terbesar, sejak tentara Thailand mengambil alih kekuasaan sesudah kudeta pada 2014. Penguasa itu memberlakukan larangan pertemuan umum lebih dari lima orang dan sebagian besar telah mengekang kebebasan berpendpat melalui berbagai perintah dan menggunakan tentara dan polisi untuk menghalangi pertemuan umum.

Gambar udara pembangunan perumahan untuk hakim, yang beredar beberapa bulan belakangan, menunjukkan pembangunan merusak kaki bukit berhutan di pegunungan Doi Suthep, Chiang Mai, yang memicu kemarahan warga. Polisi memperkirakan lebih dari seribu orang mengikuti unjuk rasa pada kemarin, yang dikatakan berlangsung secara teratur.

"Sekitar 1.250 orang mengambil bagian dalam unjuk rasa itu," kata Kolonel Polisi Paisan, wakil komandan kepolisian Chiang Mai, kepada Reuters dikutip Antara.

Baca Juga: 7 Pesona Faye Malisorn, Model Thailand yang Dipacari Ivan Gunawan

"Pengunjuk rasa memusatkan perhatian pada masalah lingkungan, bukan politik, dan mereka membersihkan jalan sesudahnya," kata Paisan.

Ia menyatakan, panitianya membuat permintaan tepat untuk pertemuan itu sebelumnya dan unjuk rasa tersebut diizinkan untuk diadakan.

Pengunjuk rasa, banyak yang memakai pita hijau, menuntut pemerintah menghancurkan bangunan baru itu, yang merambah gunung Doi Suthep, dengan menyatakan pemerintah harus mematuhinya dalam tujuh hari atau menghadapi lebih banyak unjuk rasa.

Pejabat umum membela kegiatan itu, dengan menunjukkan bahwa pembangunan tersebut sah dan berada di tanah milik negara, yang tidak masuk ke taman nasional, yang mencakup gunung itu.

Pejabat juga menyatakan pengunjuk rasa dapat menghadapi tindakan hukum jika perumahan itu dihancurkan dan bahwa perumahan tersebut harus dapat digunakan untuk 10 tahun sebelum warga dapat menilai kembali dampak lingkungannya.

Baca Juga: Diboyong dari Thailand, Toyota C-HR Bukan Produk Coba-coba

Pembangunan itu dimulai pada 2015 dan menghadapi penentangan dari kelompok lingkungan setempat, yang menganggap gunung itu suci bagi Chiang Mai dan menjadi "paru-paru alam" untuk kota terbesar di utara tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI