Suara.com - Kepala Badan Intelijen Negara, Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan menghadiriacara silaturahmi dengan Takmir Masjid Se Jawa Tengah di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang Jawa Tengah, Sabtu (28/4/2018). Dalam kesempatan ini, BG menekankan pentingnya masjid untuk membentengi tersebarnya paham radikal.
"Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk fisik maupun fungsi dan perannya. Alhamdulillah, dimana ada komunitas muslim disitu ada masjid," kata BG dalam keterangan tertulis, Minggu (29/4/2018).
BG menjelaskan bahwa di masa Rasulullah Nabi Muhammad SAW, masjid memiliki multi fungsi. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga sebagai tempat menimba ilmu (tholabul ilmi), tempat bermasyarakat, dan tempat syi’ar dakwah Islam sehingga Islam bisa mencapai titik kejayaan dan tersebar ke seluruh penjuru dunia.
"Kita bersyukur sekarang ini suasana dakwah dan penyebaran Islam di tanah air tumbuh dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran keagamaan dan pembinaan akhlaq di kalangan masyarakat telah membaik," jelasnya.
Namun BG mengakui saat ini muncul kekhawatiran banyak masjid disinyalir menjadi tempat pengajaran dan penyebaran paham radikalisme yang menjadi bibit-bibit munculnya terorisme. Menurutnya, kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, apalagi di alam kebebasan berbicara seperti saat ini.
Bahkan ceramah-ceramah agama di masjid-Masjid saat ini banyak berisi materi-materi yang mengajak orang untuk “berperang” melawan orang yang berbeda keyakinan dan agama. Bahkan menggiring para jamaah untuk melakukan kekerasan atas nama agama dan menyebutnya sebagai jihad mulia yang balasannya adalah surga, dan mati di jalan jihad ini adalah mati mulia.
"Banyak generasi muda yang punya semangat keagamaan tinggi, tetapi tidak cermat dan kritis memilah dan memilih sumber referensi akhirnya ikut bergabung demi imajinasi indah yang menyesatkan," katanya.
Di samping itu, bersamaan dengan aktifitas ritual yang dapat dikembangkan di masjid, kelompok intoleran juga telah melakukan sejumlah aksi yang justru merugikan umat Islam. Banyak pengalaman menunjukkan, misalnya, kondisi di Timur Tengah yang hancur pasca gelombang Arab Springs. Fenomena ini terjadi bermula dari khotbah intoleran dan radikal yang dikembangkan di masjid.
Khotbah para pengikut intoleran dan radikal berbeda dengan ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW yang lebih ditekankan pada penegasan implementasi taqwa dalam konteks kehidupan sehari-hari. Sedangkan kelompok intoleran menekankan pada tema politik dan hasutan-hasutan yang merusak citra pemimpin dan citra umat Islam yang ingin mengajarkan Islam rahmatan lil’alamiin.
Pada titik inilah, BG menegaskan masjid perlu tetap dikelola sesuai fungsinya, sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan, pengajaran dan pembangunan karakter positif serta harus menjadi peredam gerakan radikalisme, bukan justru menjadi pusat pengajaran paham radikalisme maupun intoleran yang dapat memecah belah bangsa sehingga mengancam keselamatan dan keutuhan NKRI. Dengan demikian, masjid harus menjadi pilar ketahanan umat (society resilience) dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan.