Apakah Bercelana Cingkrang Identik dengan Radikal dan Teroris?

Minggu, 29 April 2018 | 07:20 WIB
Apakah Bercelana Cingkrang Identik dengan Radikal dan Teroris?
Ilustrasi radikalisme. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), M Hamdan Basyar menilai sulit mendeteksi sosok teroris saat ini. Mereka yang berpakaian agamis, belum tentu radikal.

“Secara fisik, sulit mengidentifikasi teroris. Celana cingkrang bukan berarti teroris,” kata Hamdan saat menjadi pembicara di diskusi 'Penguatan Aparatur Desa/Kelurahan dalam Menangkal Radikalisme' yang digelar BNPT-FKPT Provinsi Jambi di Odua Weston Hotel, Jambi, Sabtu (28/4/2018).

Perbedaan teroris dan bukan teroris bisa dilihat dari berbagai kriteria, bukan Cuma dengan tampilan fisik saja.

“Biasanya mereka menggunakan identitas palsu. Mereka juga biasanya tinggal tanpa izin dengan ketua RT atau kepala desa setempat,” ucapnya.

Baca Juga: Wiranto: Media Sosial Ubah Pola Penyebaran Radikalisme

Di samping itu, kata dia, masyarakat juga bisa mengidentifikasi dengan melihat apakah seseorang itu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar ataupun tetangganya, dan apakah mereka membeli bahan kimia dalam jumlah besar. “Mereka juga biasanya menyebarkan informasi, buku, pamflet, ataupun video. Mereka juga sering mengunjungi situs atau website radikal,” katanya lagi.

Hamdan menilai perlu dilakukan hubungan komunikasi di tengah masyarakat. Terutama dengan membangun komunikasi positif dengan TNI, Polri, pemerintah daerah, dan juga antar sesama warga.

“Perlu juga dibangun komunikasi antar warga melalui kegiatan keagamaan, dan lainnya,” ucapnya.

Di samping itu, Hamdan mendorong kepada pemerintah desa untuk membuat aturan, dan membat peta geografis, demografis, sosiologis, ekonomi dan politik untuk sebagai cara mengantisipasi bahaya radikal terorisme ini.

Sementara Pejabat BNPT Solihudin Nasution mengatakan saat ini teroris melakukan kegiatannya sudah tidak offline lagi. Mereka sudah menyebarkan pahamnya lewat kegiatan online.

Baca Juga: Hampir Setengah Generasi Muda Indonesia Terkena Paham Radikal

Menurut dia, saat ini semua orang punya potensi yang sama menjadi teroris. Bisa masyarakat biasa, pemuda, akademisi, hingga pejabat pemerintah. “Sama seperti narkoba, semua orang berpotensi sama menjadi pengkosumsi narkoba,” katanya.

BNPT sudah punya alat teknologi untuk melihat konten-konten negatif yang mengarah ke radikal terorisme.

“Ini sebagai cara untuk mengidentifikasi aktivitas mereka. Yang jelas, tugas ini adalah tugas bersama BNPT, stakeholder, dan masyarakat,” ucapnya.

Artikel ini sebelumnya sudah dimuat dalam laman MetroJambi.com yang merupakan media jaringan Suara.com di daerah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI