Kasus Ini Mandek di Polisi, KPK Didesak Ambil Alih

Minggu, 29 April 2018 | 06:44 WIB
Kasus Ini Mandek di Polisi, KPK Didesak Ambil Alih
Koordinator Perhimpunan Advokat Pendukung KPK, Petrus Selestinus di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan [suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Forum Pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penyelidikan kasus operasi tangkap tangan Propam Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) terhadap Iptu Aldo Febrianto. Pasalanya, setelah mendengar penjelasan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam audiensi dengan pada Jumat (27/4/2018) terkait hasil pelaksanaan gelar perkara oleh Penyidik dan Propam Polda NTT pada tanggal 19 Maret 2018, perkembangan penyelidikan kasus yang mengorbankan Pengusaha Yustinus Mahu itu tak berjalan.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator TPDI Petrus Selestinus melalui melalui keterangan persnya yang diterima wartawan, Minggu (29/4/2018).

"TPDI dan Forum Pemuda NTT di Jakarta akan mendesak KPK untuk mengambialih penanganan kasus ini, karena kasus ini bukan saja merusak citra polri tetapi menambah jarak semakin jauh antara Polisi dan Masyarakat di NTT," kata Petrus.

TPDI kata Petrus sangat kecewa dengan hasil gelar perkara yang proses penyelidikannya sudah berlangsung lima bulan, akan tetapi hasil yang didapat justru mengarah kepada penyelesaian yang bersifat kompromistis. Pasalnya, diduga diarahkan kepada penghentian penyelidikan dan hanya akan dikenakan sanksi melalui instrumen penegakan disiplin di internal Polri.

"Ini bukti bahwa model penyelesaian yang berlarut-larut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, telah melahirkan kompromi negatif atas sebuah peristiwa pidana hasil tertangkap tangan dengan bukti-bukti materil yang lengkap tetapi hasilnya bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya," katanya.

Petrus mengatakan hasil gelar perkara tersebut bertolak belakang dengan peristiwa materil yang didapatkan pada saat OTT tanggal 11 Desember 2017 silam. Sebab, saat itu Iptu Aldo Febrianto diduga melakukan pemerasan sebesar Rp50 juta terhadap korban Yustinus Mahu, dan uangnya langsung disita sebagai barang bukti.

"Sebuah perkara yang sudah terang benderang peristiwa pidananya, pembuktiannya sederhana karena diakui oleh yang memberikan uang disertai dengan bukti-bukti sms permintaan uang Rp50 juta, tetapi hasil penyelidikan sudah berjalan selama 5 (lima) bulan dipelintir dan diarahkan hanya untuk sebuah pelanggaran disiplin," tegas Petrus.

Politikus Hanura ini menduga Polda NTT telah memanfaatkan posisi rentaan Yustinus agar mengubah jalannya peristiwa, karena Yustinus dapat diancam dengan Pasal 55 KUHP. Hasil gelar perkara tersebut kata Petrus dap meruntuhkan harapan dan rasa keadilan publik.

"Ini tampak dari 3 poin yang diekspose dalam gelar perkara dimaksud, pertama, Yustinus Mahu tidak berniat memberikan uang Rp.50 juta yang diduga atas permintaan Iptu Aldo Febrianto," katanya.

Lalu kedua, Yustinus Mahu berkeinginan agar perkara tersebut tidak dilanjutkan secara hukum dan ingin diselesaikan melalui instrumen penegakan disiplin di internal Polri, kemudia ketiga pendapat ahli Pidana Dr. Pius Bere, SH. M.HUM yang menyatakan bahwa pemberian uang dari Yustinus Mahu kepada Iptu Aldo Febrianto tidak memenuhi unsur tindak pidana umum pasal 368 ayat (1) KUHP dan Pidana Korupsi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI