Suara.com - Setelah kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto diputuskan oleh majelis hakim pada Selasa (24/4/2018), hingga hari ini, mantan Ketua DPR RI tersebut belum memutuskan untuk melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
Pria yang pernah tersandung kasus Freeport terkait Papa Minta Saham ini divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 dollar AS dan juga hak politiknya dicabut selama lima tahun.
Menurut keterangan Ketua tim penasihat hukumnya, Maqdir Ismail penyebab belum diputuskannya upaya hukum terhadap putusan tersebut, karena masih ada pro kontra di internal.
"Sampai hari ini belum ada keputusan, prokon itu selalu ada," katanya saat dihubungi, Jumat (27/4/2018).
Baca Juga: Divonis 15 Tahun Penjara, Setya Novanto Tak Mau Minum dan Makan
Maqdir juga menjelaskan bahwa adanya pro kontra di internal tersebut karena mempertimbangkan berbagai hal yang telah terjadi selama ini ketika terdakwa mengajukan upaya banding atas putusannya ke Pengadilan Tinggi.
Maqdir merujuk pada terpidana kasus e-KTP lainnya seperti Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong yang hukumannya diperberat.
"Sekarang penegakan hukum bukan untuk menegakkan hukum yang adil, tetapi untuk menghukum orang dengan hukuman yang tinggi. Orang tidak lagi dihukum sesuai kesalahan, tetapi dihukum sesuai dengan kebutuhan pencitraan," katanya.
Selain pertimbangan hal itu, untuk Setya Novanto sendiri, Maqdir punya ketakutan tersendiri. Sebab, KPK berencana kembali mengincar mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut dengan kasus berbeda. Setelah kasus korupsi e-KTP, kali ini KPK siap menjerat Setya Novanto dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Apalagi dengan adanya ancaman terselubung ada perkara baru seperti TPPU," kata Maqdir.
Baca Juga: Fredrich Geram Rekam Medik Setya Novanto Dibocorkan ke KPK
Majelis hakim memberi Setya Novanto waktu selama tujuh hari untuk memikirkan upaya hukum selanjutnya. Apabila lebih dari tujuh hari maka, putusan yang dijatuhkan majelis hakim dianggap diterima sehingga sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.