Suara.com - Politikus PDIP Masinton Pasaribu membantah pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Puoyono, yang menyatakan Presiden Joko Widodo sering curhat kepada Prabowo Subianto, terkait kesulitan-kesulitan menjalankan pemerintahan.
Masinton mengatakan, informasi yang disampaikan Arief seringkali tidak akurat.
"Informasinya tidak pernah benar dia. Sumber informasi Pak Arief Puoyono itu tak pernah jelas," kata Masinton kepada Suara.com, Rabu (25/4/2018).
Menurut Anggota Komisi III DPR RI ini, pertemuan Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra itu tak pernah lepas dari pembicaraan soal kebangsaan dan kenegaraan. Lagi pula, bukan tipikal Jokowi seperti apa yang disampaikan Arief.
Baca Juga: Menaker: Tenaga Kerja Indonesia yang Menyerbu Negara Lain
"Jadi yang disampaikan oleh Arief Puoyono itu fiktif. Bukan tipikal Pak Jokowi yang begitu itu. Tidak ada pembicaraan Pak Jokowi begitu. Imajinasi liarnya saja itu. Tak pernah ada obrolan soal itu," kata Masinton.
Sebelumnya, Arief mengatakan Jokowi sering curhat kepada Prabowo terkait kesulitan-kesulitan dalam mengurus pemerintahan.
"Memang sering bertemu kok (Jokowi dan Prabowo). Terakhir itu setahu saya di Istana negara ya tahun lalu, kadang sih Pak Jokowi curhat sama Pak Prabowo tentang kesulitan kesulitan mengurus pemerintahan, terutama dalam hal ekonomi ya," kata Arief saat dihubungi, Selasa (24/4/2018).
Bahkan, lanjut Arief, Jokowi sering curhat terkait tekanan yang sering diterimanya dari partai pendukung.
"Curhatnya, banyaknya tekanan-tekanan dari petinggi petinggi partai yang ada di pemerintahannya, dan elite-elite nonpartai yang ada di kabinetnya," ujar Arief.
Baca Juga: Jusuf Kalla Minta BPJS Ketenagakerjaan Bangun Rusun untuk Buruh
Selain itu, Jokowi juga sering curhat soal bisnis-bisnis yang dijalankan para petinggi partai pendukungnya.
Jokowi mengeluhkan para petinggi partai pendukungnya itu sering menggunakan fasilitas negara dan melanggar aturan untuk berbisnis.
"Misalnya ekspor beras, BBM, menjadi broker proyek infrastruktur untuk dapet uang komisi, serta menempatkan direksi-direksi BUMN yang tidak punya kemampuan," kata Arief.