Lima hari kemudian, 15 November, KPK menjemput paksa Setnov di rumahnya setelah tiga kali mangkir dari pemeriksaan. Namun, Setnov tak berada di rumahnya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19 Melawai, Jakarta Selatan. Setnov dinyatakan buron.
Ketika diburu KPK, pada 16 November malam, Setnov didapati kecelakaan tunggal di daerah Permata Hijau. Ia lantas dirawat di RS Medika Permata Hijau.
Sehari setelah dirawat, 17 November, KPK resmi menahan Setnov sebagai tersangka kasus e-KTP. Karena sakit, KPK membantarkan penahanan dan memasukkan Setnov ke RSCM.
Pada 13 Desember 2017, sidang perdana pokok perkara Setnov digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Setnov yang sempat mengajukan praperadilan untuk kali kedua harus gigit jari. Sebab, dengan digelarnya sidang perdana tersebut, upayanya itu batal demi hukum.
Baca Juga: Alasan Slamet Rahardjo Tak Pernah Mau Jadi Juri Festival Film
Kisah ini berlanjut pada 29 Maret, ketika JPU KPK menuntut majelis hakim memvonis Setnov penjara 15 tahun, mencabut hak politik, denda, serta dipaksa mengembalikan uang dikorupsinya.
Akhirnya, Selasa hari ini, mjelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Setnov dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, pencabutan hak politik selama 5 tahun, dan dipaksa mengembalikan uang yang dikorupsi. Setnov sendiri belum mau menyatakan banding.