Suara.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyakini Terdakwa Setya Novanto merupakan orang yang mengenalkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada beberapa pimpinan di DPR saat proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012 bergulir.
Menurut Anggota Majelis Hakim Ansyori Syarifudin, pada mulanya, Setya Novanto memperkenalkan Andi Narogong kepada Mirwan Amir, yang ketika itu menjabat Wakil Ketua Banggar DPR dari Fraksi Partai Demokrat.
"Setya Novanto menyampaikan bahwa ini seorang pengusaha yang ikut proyek e-KTP, " kata Hakim Ansyori saat membacakan amar putusan di Gedung Pengadilan Tipikor,Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (24 /4/2018).
Kemudian, kata hakim, Mirwan Amir minta supaya Andi Narogong berkoordinasi dengan Yusnan Solihin, orang kepercayaan Mirwan Amir yang juga seorang pengusaha.
Hakim juga memaparkan bahwa pada akhir April tahun 2010 silam, ada pergantian pimpinan di Komisi II DPR RI yang akhirnya dipimpin oleh Chairuman Harahap ketika itu.
Majelis juga meyakini bahwa Novanto memperkenalkan Andi kepada Chairuman Harahap. Bahkan hakim menilai salah satu dalam pertemuan Novanto, Andi Narogong dan Chairuman Harahap juga membahas fee kepada anggota DPR.
"Di ruangan Chairuman Harahap dan (Andi menyatakan) bersedia memberikan fee Komisi II DPR RI guna permudah anggaran," kata Hakim Ansyori.
Diketahui proyek e-KTP ini dikerjakan Kementerian Dalam Negeri, adapun Komisi II DPR merupakan mitranya dalam membahas anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun.
Dalam perkara ini, Novanto dipandang jaksa KPK terbukti menerima uang hasil korupsi e-KTP senilai 7,4 juta Dolar Amerika Serikat. Novanto dituding berbuat korupsi e-KTP dengan cara mengintervensi Pejabat Kementerian Dalam Negeri dan menyalahgunakan wewenangannya ketika itu di DPR RI untuk menggiring anggaran proyek senilai Rp 5,8 triliun itu.
Jaksa kemudian menuntut Setya Novanto dengan pidana penjara selama 16 tahun, denda Rp1 miliar. Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti7,4 juta dollar AS, serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.