Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Sidang dengan agenda pembacaan putusan atau vonis ini, terasa berbeda dengan sidang yang digelar sebelumnya.
Pada sidang sebelumnya, khususnya saat pembacaan surat dakwaan dan tuntutan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pendukung Setya Novanto terlihat memenuhi ruangan sidang. Termasuk didalamnya adalah sejumlah politikus Golkar.
Kalau pada persidangan sebelumnya, Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan Mantan Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin sering menghadiri sidang mantan ketua umumnya tersebut, kali ini keduanya belum juga terlihat dalam ruangan sidang.
Selain Politikus Golkar, keluarga, khususnya istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor belum hadir di ruangan sidang. Biasanya, sebelum sidang dimulai, Deisti selalu menempati bangku paling depan untuk menyaksikan suaminya menjalani sidang.
Baca Juga: Kawal Sidang Putusan Setya Novanto, 140 Polisi Disiagakan
Setya Novanto sendiri sudah tiba di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat. Tak banyak komentar yang disampaikannya. Dia hanya berharap agar majelis hakim dapat memutuskan perkaranya dengan seadil-adilnya.
"Kita serahkan semua kepada hakim. Mudah-mudahan diputuskan seadil-adilnya," katanya.
Hingga saat ini, sidang yang sedianya dimulai pukul 10.00 WIB belum juga dimulai. Setya Novanto pun belum hadir di ruangan sidang dan masih berada di ruangan tunggu terdakwa di Basement Gedung Pengadilan Tipikor.
Dalam perkara ini, Setya Novanto dinilai jaksa KPK terbukti menerima uang hasil korupsi e-KTP senilai 7,4 juta dollar AS. Setya Novanto dituding berbuat korupsi e-KTP dengan cara mengintervensi Pejabat Kementerian Dalam Negeri dan menyalahgunakan wewenangannya ketika itu di DPR RI untuk menggiring anggaran proyek senilai Rp 5,8 triliun itu.
Jaksa kemudian menuntut Setya Novanto dengan pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar. Mantan ketua umum Partai Golkar tersebut juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,4 juta dollar AS, serta pencabutan hak politik selama lima tahun.
Baca Juga: Jalani Sidang Putusan, Ini Harapan Setya Novanto
Meskipun mengajukan justice collaborator (JC), Novanto bersikeras mengaku tidak pernah mengintervensi proyek e-KTP, dan tak pernah menerima hasil korupsi e-KTP. Hal itu ia tuangkan dalam nota pembelaan atau pledoi-nya.
Terhadap JC yang diajukannya, KPK tidak mengabulkannya. Sebab, Novanto dinilai tidak membuka peran pihak lain dan juga tidak mengakui perbuatannya sendiri dalam kasus e-KTP.