Sekolah Ramah Anak Harus Jamin Perlindungan bagi Anak

Selasa, 24 April 2018 | 09:39 WIB
Sekolah Ramah Anak Harus Jamin Perlindungan bagi Anak
Workshop Training of Trainers (ToT) Penyelenggaraan Sekolah Ramah Anak, di Grand Hotel Lembang, Jalan Raya Lembang No. 272 Lembang, Jabar, Jumat (20/4/18). (Sumber: Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Netty Heryawan, mengatakan, konsep Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan program untuk mewujudkan kondisi aman, bersih, sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup bagi anak.

"Tentunya juga mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskiminasi dan perlakuan salah," kata Netty, dalam Workshop Training of Trainers (ToT) Penyelenggaraan Sekolah Ramah Anak, di Grand Hotel Lembang, Jalan Raya Lembang No. 272 Lembang, Jabar, Jumat (20/4/18).

Netty menuturkan, sebenarnya konsep SRA sudah lama diterapkan di setiap sekolah, namun yang sudah memasyarakat adalah sekolah ramah anak bersih dan sekolah ramah anak adiwiyata yang berbasis lingkungan. Sekolah ramah anak berbasis bebas kekerasan masih jarang diterapkan, sehingga saat ini mulai disosialisasikan di sekolah-sekolah di Jabar.

Ia menambahkan, komponen dalam pemenuhan Sekolah Ramah Anak sebaiknya ada komitmen dengan kebijakan, pelaksanaan proses pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan terlatih hak anak, sarana dan prasarana SRA, antisipasi anak dan partisipasi ortu/wali/lembaga masyarakat, dunia usaha, alumni, dan pemangku kepentingan lainnya.

“Ada beberapa jenis kasus yang terjadi di sekolah, diantaranya kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh guru atau kepala sekolah. Tindak kekerasan pada kegiatan sekolah seperti ekstrakulikuler dan tawuran antar pelajar,” tutur Netty.

Melalui workshop ini, Netty berharap dihasilkan poin-poin penanganan dalam penanggulangan kekerasan, sanksi bagi pelaku dan upaya pencegahan kekerasan yang terjadi di sekolah. Hal ini dapat terus diterapkan di sekolah-sekolah, yang nantinya menjadi MoU bagi peserta didik dan tenaga pengajar.

Sebagai guru/wali kelas, kata Netty, tidak seharusnya membeda-bedakan perlakuan terhadap anak didik, tidak memberikan stigma negatif, peka terhadap perubahan kondisi anak didik, mendengarkan setiap informasi yang diberikan dan tidak membeda-bedakan informasi yang diberikan anak didik. Hal-hal inilah yang menjadi resep yang dapat dilakukan oleh tenaga pendidik untuk mewujudkan SRA di sekolah masing-masing.

“Dengan melindungi anak dari kekerasan berarti kita sedang menyelamatkan masa depan bangsa,” pungkas Netty.

REKOMENDASI

TERKINI