Suara.com - Ada yang menarik dan seru dalam Debat Terbuka Pilgub Jateng 2018 putaran pertama, Jumat (20/4/2018) malam di Hotel Patra Jasa Semarang. Saat dua calon wakil gubernur (Cawagub), Taj Yasin dan Ida Fauziah beradu argumentasi terkait perhatian pada pesantren dan madrasah diniyah.
Dua cawagub itu adalah kader tulen Nahdliyin, Taj Yasin (Gus Yasin) yang mendampingi cagub Ganjar Pranowo adalah kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Ida Fauziyah (Mbak Ida) pendamping cagub Sudirman Said merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ida yang berkesempatan bertanya lebih dulu pada Gus Yasin, mempersoalkan keprihatinan pondok pesantren dan madrasah diniyah yang dibiarkan berjalan sendiri.
"Gus Yasin saya suka sarung Anda, santri banget," kata Ida membuka pertanyaan.
Baca Juga: Pemilih Pilgub Jateng Berkurang 280 Ribu Orang
"Ada 6000 an pesantren, madrasah bahkan lebih, mereka bilang ke kami tidak pernah ada perhatian, mereka berjalan sendiri, padahal mereka turut membangun karakter bangsa," kata Ida yang juga seorang santriwati.
Pertanyaan itu sedikit menggugah emosional Gus Yasin yang juga pernah duduk sebagai anggota DPRD provinsi Jateng. Menurutnya persoalan pesantren sudah diatasi dengan bantuan dana hibah saat dirinya duduk di DPRD.
"Bantuan kami sangat tinggi dari propinsi, ponpes di Jateng maupun nasional masih dalam urus perijinan. Apalagi semua penerima bantuan harus berbentuk badan hukum. Ponpes dan Madin banyak yang belum berbadan hukum, dan itu permasalahannya. Sehingga tahap bantuan masih tahap pengurusan perijinan dulu," jawab Gus Yasin.
Meksi tak mau mengindari dari persoalan perijinan badan hukum, Gus Yasin mengaku jika soal ketetapan syarat penerimaan bantuan hibah berasal dari pusat dan provinsi hanya menjalankan saja.
"Jadi itu persoalannya Mbak Ida, ini yang akan kami dorong nanti saat memimpin Jateng, perijinan berbadan hukum pesantren dan madrasah," katanya.
Baca Juga: Pilgub Jabar: Cagub Deddy Mizwar Paling Kaya, Syaikhu Termiskin
Mendengar jawaban itu, Ida yang juga mantan anggota DPR RI fraksi PKB tak puas, dimana persoalan perijinan semestinya hanya soal teknis saja.